Bagaimana perasaanmu saat membuka platform sosial favorit, atau saat membeli produk melalui situs teknologi raksasa? Mungkin yang terlintas di pikiran adalah kemudahan, kecepatan, dan efisiensi. Tapi pernahkah terpikir bahwa kenyamanan ini kadang punya harga yang tak tampak?
Beberapa sisi gelap perusahaan teknologi raksasa justru memengaruhi banyak aspek kehidupan, mulai dari privasi data hingga ketimpangan kerja. Kali ini, kita akan membahas lima praktik mengejutkan yang jarang diungkap, mulai dari kebijakan manipulatif hingga dampak sosial yang cukup kompleks.
"Technology is a useful servant but a dangerous master." - Christian Lous Lange
(Teknologi adalah pelayan yang berguna namun bisa menjadi majikan yang berbahaya)
1. Kapitalisme Pengawasan: Data Pengguna, Kekayaan Mereka
Kata siapa privasi pengguna sepenuhnya aman di tangan perusahaan besar? Nyatanya, kebanyakan dari kita sudah jadi "produk" dari kapitalisme pengawasan. Raksasa seperti Google dan Facebook tak hanya memberikan layanan gratis, tetapi juga mengumpulkan data pribadi dari aktivitas harian kita. Setiap klik, pencarian, atau bahkan hobi yang diunggah ternyata diolah menjadi "harta digital" yang bisa dimonetisasi.
Dalam jurnalnya, Zuboff (2015) menyebut praktik ini sebagai "surveillance capitalism." Data yang diperoleh melalui metode ini menjelma menjadi analitik tajam untuk memprediksi kebutuhan pengguna. Efeknya, algoritma yang awalnya membantu, justru berkembang menjadi alat pengintai yang mampu membaca pola kebiasaan hingga memprediksi keputusan pengguna. Jadi, bila Anda sering melihat iklan produk yang sepertinya terlalu "sesuai," jangan kaget, itu hasil kapitalisme pengawasan yang tak kita sadari.
2. Eksploitasi Tenaga Kerja di Era Teknologi
Pernahkah Kamu mendengar istilah gig economy? Itu adalah sebutan bagi tenaga kerja yang sifatnya fleksibel, sementara, dan biasanya tidak punya perlindungan kerja kuat. Bagi perusahaan teknologi besar seperti Amazon, sistem ini sering diterapkan untuk mempekerjakan pekerja lepas melalui Amazon Mechanical Turk. Kondisi kerjanya pun seringkali tidak menentu. Irani & Silberman (2013) dalam penelitian mereka tentang "Turkopticon" menyoroti kondisi kerja yang memprihatinkan bagi pekerja platform ini, yang nyaris tak memiliki perlindungan tenaga kerja samasekali.
Amazon sebagai pionir model ini menggunakan platform tersebut untuk menugaskan pekerja dengan upah yang sangat kecil tanpa jaminan. Seringnya, pekerja bahkan sulit dikenali oleh sistem dan hanya dianggap sebagai data. Yang mengejutkan, Amazon tidak sepenuhnya mengakui kontribusi pekerja ini dalam pencapaian besar mereka, seolah mengingatkan bahwa dalam "era teknologi canggih," manusia tetap bisa tersingkirkan oleh data.
3. Monopoli dan Kendali Pasar
Amazon, Google, hingga Facebook telah menjadi monopoli pasar digital, memanfaatkan kekuatan untuk membatasi kompetisi dan mendominasi industri. Amazon, misalnya, memiliki strategi bisnis yang memungkinkan mereka membatasi perkembangan usaha kecil. Dalam artikel "Amazon's Antitrust Paradox" oleh Khan (2017), Amazon didapati menggunakan cara-cara yang tidak adil untuk memenangkan persaingan.