Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Ambisi Muda, Menerobos Batas Usia demi Syahwat Berkuasa

Diperbarui: 22 Agustus 2024   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Darurat demokrasi sedang terjadi gegara batas usia dan syahwat berkuasa | Sumber gambar : spsibekasi.org

Fenomena politik di tanah air semakin menarik perhatian dengan munculnya calon pemimpin muda yang berusaha menerobos batas usia yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Batas usia yang diatur oleh hukum ini bukanlah sekadar angka; ia mencerminkan sebuah pemahaman bahwa memimpin sebuah wilayah atau bahkan negara memerlukan kematangan mental, emosional, dan intelektual. Namun, dalam realitas politik, kita sering melihat bahwa ambisi pribadi dan kekuasaan bisa membuat aturan yang ada tampak sekadar formalitas belaka.

Sang calon pemimpin muda ini, dengan dukungan penuh dari sang ayah yang saat ini tengah memegang kendali kekuasaan, berusaha keras untuk maju ke panggung politik, meski usia mudanya belum memenuhi persyaratan hukum. Ini bukan hanya soal ambisi pribadi; ini juga tentang bagaimana menjaga dinasti kekuasaan tetap berada di tangan keluarga. Dalam banyak kasus, ambisi kekuasaan tidak mengenal batas, bahkan ketika batasan itu ditetapkan untuk melindungi kepentingan umum.

Batas Usia dalam Undang-Undang: Benteng Demokrasi atau Penghalang Ambisi?

Seiring dengan dukungan yang kuat dari ayahnya, sang calon pemimpin muda menggunakan segala daya dan upaya untuk menembus batasan usia tersebut. 

Namun, pertanyaan penting yang harus kita renungkan adalah apakah dukungan ini cukup untuk menutupi kekurangan pengalaman dan kematangan yang dibutuhkan dalam kepemimpinan? Situasi ini mengingatkan kita pada kutipan terkenal dari Lord Acton: "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely."

Kekuasaan, jika tidak diimbangi dengan moralitas, integritas, dan rasa tanggung jawab, bisa menjadi bumerang yang menghancurkan bukan hanya individu, tetapi juga masyarakat yang dipimpinnya.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas tentang bagaimana ambisi dan kekuasaan dapat membelokkan norma dan aturan yang telah ditetapkan. Kita sebagai masyarakat perlu kritis dalam menyikapi situasi seperti ini. 

Memimpin sebuah wilayah atau negara bukanlah sekadar soal nama besar atau pengaruh keluarga. Kepemimpinan adalah tanggung jawab besar yang menuntut seseorang untuk benar-benar siap, baik dari segi pengalaman maupun karakter.

Ketika batas usia dalam undang-undang ditetapkan, hal itu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan memastikan bahwa calon pemimpin yang maju benar-benar siap menghadapi tantangan besar yang ada di depan.

Dampak Dinasti Politik Terhadap Masa Depan Demokrasi

Lebih dari itu, kita harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari fenomena ini. Jika batas usia yang ditetapkan oleh undang-undang bisa dilanggar atau direkayasa demi ambisi pribadi atau kepentingan keluarga, apa artinya bagi masa depan demokrasi kita? 

Apakah kita sedang menciptakan preseden buruk yang bisa diikuti oleh generasi berikutnya? Apakah kita benar-benar ingin dipimpin oleh seseorang yang mungkin belum sepenuhnya memahami kompleksitas dunia politik dan pemerintahan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline