Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Nyaris Ganti Rugi Jutaan Gara-gara Salah Perencanaan

Diperbarui: 16 Agustus 2023   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah perencanaan merupakan risiko menjadi planner yang bisa sangat menjatuhkan psikis | Ilustrasi gambar: pixabay.com/geralt

"Halah... Paling-paling kerjaannya planner cuma bikin hitung-hitungan di depan komputer doang. Enak, gak perlu capek-capek ngeluarin keringat. Kerjaan santai, cuma duduk aja. Kerja jadi planner risikonya kecil, tidak seberapa dibandingkan orang lapangan."

Kalau ada yang menganggap profesi planner tidak punya risiko berarti maka saya siap untuk beradu debat membantah hal itu. Karena sependek yang pernah saya alami semasa menggeluti profesi ini sudah beberapa kali saya merasakan situasi was-was dan penuh kekhawatiran.

Memang, risikonya tidak menyasar fisik secara langsung. Melainkan menginvasi psikis atau psikologis seorang planner manakala dalam menjalankan perannya secara langsung atau tidak langsung telah membuat rencana produksi yang salah.

Dalam situasi yang cukup ringan mungkin berhadapan dengan teguran dan amarah bos merupakan hal yang lumrah. Namun, bagaimana jika sudah berhadapan dengan ancaman harus membayar ganti rugi yang nominalnya mencapai jutaan rupiah?

Inilah yang pernah saya alami beberapa tahun lalu. Yakni ketika rencana produksi yang saya buat ternyata mengalami cacat informasi sehingga terpaksa menghasilkan eksekusi yang salah juga. 

Pada akhirnya, produk yang diselesaikan tidak sesuai dengan permintaan karena mengalami perbedaan spesifikasi dari yang seharusnya disiapkan.

Baca Juga : Cuma Satu Jenis Produk, Perlukah Dibuatkan Rencana Produksi?

Terjerumus Asumsi

Kepercayaan memang mahal harganya. Meskipun dalam pekerjaan menaruh kepercayaan kepada rekan kerja bisa jadi sangat membantu jalinan kerja sama kedua belah pihak yang terlibat.

Sayangnya, waktu itu kepercayaan yang saya gantungkan kepada rekan kerja di bagian lain justru membuat saya salah langkah. Saya yang kadung berasumsi bahwa informasi yang disajikan telah memenuhi syarat meskipun belum dibakukan dalam bentuk dokumen resmi, harus membayar mahal asumsi tersebut.

Dalam sebuah komunikasi lisan via telepon saya sempat mengonfirmasi bahwasanya jenis material tertentu akan dipergunakan untuk memproduksi suatu jenis produk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline