Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Ranking Bukan Segalanya, Praktik Baik Merdeka Belajar Menuju Pendidikan Inklusif dan Berkeadilan

Diperbarui: 30 Mei 2023   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Praktik baik merdeka belajar, ranking bukan segalanya | Sumber gambar : diolah dari freepik.com

"Waduh, bagaimana ya kalau nanti ranking di sekolah ditiadakan. Bisa ribet anak saya untuk pengajuan beasiswa ke perusahaan." Ucap Pak Budi, seorang rekan kerja saya, ketika mendengar berita sistem ranking di sekolah anaknya akan dihapus seiring berlakunya program merdeka belajar.

Pak Budi memiliki dua orang putra yang terbilang cukup berprestasi di sekolah. Mereka hampir selalu menduduki ranking dua besar di kelas sehingga berhak mendapatkan dukungan beasiswa dari perusahaan.

Kekhawatirannya bisa dipahami, meskipun kurang beralasan juga mengingat mekanisme beasiswa yang sebenarnya masih bisa disesuaikan manakala terjadi perubahan kebijakan pada bidang-bidang terkait.

Kekhawatiran justru lebih tepat diarahkan kepada anak-anaknya serta semua anak yang terbiasa memperoleh ranking di sekolah bahwasanya pada masa mendatang mereka tidak akan lagi mendapatkan ranking seiring perubahan pada sistem pendidikan.

Kilas Balik Juara Kelas

Saya cukup bisa merasakan apa yang dialami oleh para siswa yang kadung terbiasa dengan ranking karena dahulu semasa sekolah saya juga tergolong siswa yang kompetitif.

Sejak Madrasah Ibtidaiyah atau MI (setingkat Sekolah Dasar) sampai dengan SMA  prestasi sekolah saya terbilang lumayan. Ranking tiga besar di kelas hampir selalu saya dapatkan.

Menjadi utusan sekolah untuk mengikuti olimpiade sudah biasa saya alami. Menerima pujian dan apresiasi dari teman sejawat hingga para guru bukanlah hal yang asing lagi.

Memang menyenangkan sekali menjadi pusat perhatian serta mendapat puja-puji dari orang sekitar. Dipandang sebagai siswa berprestasi. Dianggap sebagai anak dengan kecerdasan mumpuni.

Bahkan pada suatu kesempatan, saya pernah menjadi satu-satunya anak di kampung saya yang berhasil kuliah tingkat sarjana di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di negeri ini. Sehingga ucapan salut para kerabat pun tersemat pada keluarga saya waktu itu.

Keluarga sepertinya juga kadung menaruh harapan tinggi atas capaian prestasi sekolah saya. Bahkan sampai ada kesan bahwa saya harus selalu mendapatkan ranking satu di sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline