Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Satu Jam Bersama Kecerdasan Buatan ChatGPT, Menghapus Kekhawatiran Teknologi Masa Depan

Diperbarui: 13 Desember 2022   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kecerdasan buatan | Sumber gambar : pixabay.com / geralt

"Sekarang sudah ada ChatGPT. Apakah keterampilan menulis masih diperlukan di masa depan?" Yuda tetiba mengutarakan pertanyaan dengan nada gelisah di WA grup pelatihan menulis kami. Yang lantas mendapatkan tanggapan beragam dari beberapa teman yang lain.

"Selama masih ada orang baca, pasti masih ada kebutuhan." Nugi coba menyampaikan tanggapan.

"Jawabannya mungkin serupa untuk pertanyaan, 'Mengapa harus ada guru sedangkan segala jenis informasi bisa ditemukan dengan mudah melalui google dan ragam sumber bacaan lainnya?'" Lisa menimpali dengan analogi pertanyaan lain yang senada.

"Percuma dong kita capek-capek belajar nulis, latihan nulis,  kalau akhirnya bisa digantikan dengan mudah oleh Artificial Intelligence (AI)." Yuda kembali melontarkan pernyataan skeptis terhadap keberadaan AI yang dinilainya sebagai biang keladi tersingkirnya peran manusia dalam bidang kepenulisan.

Sejenak saya memiliki pandangan yang sama dengan Yuda, atau lebih tepatnya merasakan kekhawatiran serupa perihal kemungkinan tereliminasinya keterampilan menulis pasca munculnya platform kecerdasan buatan ChatGPT yang berbasis AI tersebut.

Tentu menyakitkan apabila melihat gelora niatan menulis yang sudah dinyalakan sejak lama tiba-tiba harus padam oleh kemunculan teknologi kecerdasan buatan yang mampu berproses lebih cepat dari kita.

Kekhawatiran menghadapi kehadiran kecerdasan buatan ChatGPT mungkin bisa disamakan seperti masa-masa menjelang perubahan milenium yang lalu ketika grup musik kasidah Nasidaria mengumandangkan lagu berjudul "Tahun 2000". Ketika penduduk makin banyak, sawah ladang menyempit, mencari nafkah makin sulit, tenaga manusia diganti mesin, dan pengangguran merajalela.

Meskipun pengangguran memang benar-benar merajalela sekarang ini, akan tetapi manusia tetap masih memegang kendali. Mesin dan otomatisasi memang sudah banyak menggantikan peran manusia, namun keberadaan manusia tetap eksis sampai saat ini. Bahkan mampu menghasilkan produk teknologi seperti ChatGPT yang mendapat kecurigaan lanjutan sebagai pemupus eksistensi manusia itu sendiri.

Demi menghapus kegelisahan tersebut maka saya merasa perlu untuk berbicara empat mata dengan ChatGPT dalam rangka mengklarifikasi langsung perihal siapa ia sebenarnya, apa yang mampu ia kerjakan, dan bagaimana ia mempengaruhi beragam jenis profesi yang was-was akan keberadaannya.

Setelah melewati diskusi sekitar satu jam jam akhirnya saya memperoleh gambaran tentang siapa gerangan kecerdasan buatan ChatGPT ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline