Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Alasan Mengapa Implementasi "Lean" Perlu Dimulai dari "Prod Plan" - Part 2

Diperbarui: 10 September 2021   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip lean perlu mendasari penyusunan rencana produksi| Sumber gambar : smallbizclub.com

Perihal "Prod Plan" kita perlu untuk menelisik lebih jauh mengenai hal-hal apa yang turut ditentukan oleh tahapan ini terhadap tahap-tahap selanjutnya. Keuntungan apa yang didapat serta kerugian seperti apa yang diderita jikalau unsur-unsur "Prod Plan" tidak diperhatikan sedemikian rupa sehingga langkah eksekusi tidak mengalami kendala.

Penting kiranya bagi planner khususnya untuk membuat rencana yang pas utamanya dalam kuantitas berikut memiliki langkah antisipasi dari setiap kemungkinan masalah yang bisa saja terjadi selama perjalanan proses.

Prinsip lean haruslah tercermin dalam penysunan "Prod Plan" yang dibuat sedemikian rupa sehingga tujuan akhir dari keberadaan planning itu haruslah mampu membuahkan hasil terbaik. lean planning, itulah istilah yang bisa mewakili implementasi prinsip lean terhadap proses penyusunan Rencana Produksi sehingga jalannya eksekusi produksi tidak turut dihantui permasalahan diluar aspek teknis operasional.

Pada bagian sebelumnya (baca : Alasan Kenapa Implementasi "Lean" Perlu Dimulai dari "Prod Plan"), implementasi konsep lean ini sudah dijabarkan secara umum terhadap rancangan Prod Plan. Sementara disini, prinsip lean lebih menjurus lagi pada detail lain yang terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana proses perencaan itu dibuat.

Rencana yang Pas

Membeli bahan jangan berlebih. Sama halnya dengan memproduksikan barang jadi seharusnya juga telah dipertimbangkan jumlahnya. Jangan kurang, tapi jangan juga berlebihan. Ada takaran jumlah yang mesti dipenuhi sehingga tidak melahirkan efek samping yang merugikan.

Katakanlah ada order sebanyak 100 pcs yang mesti dipenuhi. Jumlah tersebut tentunya harus juga dipenuhi dengan mempertimbangkan faktor potensi reject produk sehingga informasi produksi yang diberikan kepada tim eksekutor lapangan bisa saja dilebihkan menjadi 102 pcs setelah mempertimbangkan potensi produk defect sebesar 2%.

Darimana angka 2% tersebut diperoleh? Itulah peran penting record data dalam melacak tren kemampuan proses produksi dalam menunaikan tugasnya. Angka tersebut bisa saja lebih besar tapi juga bisa lebih kecil. Jikalau angkanya membesar maka informasi kuantitas barang yang diproduksi perlu juga disesuaikan sehingga nanti hasil akhirnya tidak jauh menyimpang dari jumlah order yang ada.

Jangan sampai ketika tim planner tahu bahwa ada kecenderungan reject produk sekitar 5% lantas jumlah kebutuhan yang 100 pcs tetap di-planning-kan dengan jumlah yang sama untuk diproduksi. Hasil proses yang yang didapat bisa jadi nanti hanya 95 pcs saja seiring potensi reject yang ada. Syukur-syukur apabila konsumen memaklumi, bagaimana kalau tidak?

Begitu halnya saat kita memberikan "ruang" kepada tim eksekutor untuk memproduksi barang jadi melebihi batas toleransi yang seharusnya. Dengan kata lain, seorang planner tidak semestinya memberikan instruksi jumlah unit produksi dalam takaran melebihi batas karena hal itu kelak akan "menyakiti" bisnis dalam jangka panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline