Rivalitas merupakan sesuatu hal yang jamak terjadi dalam berbagai konteks peristiwa. Mulai dari rivalitas antar individu hingga rivalitas antar kelompok atau organisasi.
Dulu, pada saat pilpres 2019 berlangsung Pak Jokowi dan Pak Prabowo terlibat persaingan cukup panas.
Di dalam dunia olahraga, rivalitas pun kerapkali terjadi di antara para atlet seperti Lionel Messi dengan Cristiano Ronaldo, Michael Jordan dengan Magic Johnson, Roger Federer dan Rafael Nadal, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dalam lingkup kelompok atau organisasi kita bisa melihat rivalitas Real Madrid dengan FC Barcelona terlibat persaingan yang mendarah daging sampai sekarang.
Pepsi masih dengan setia menjadi rival abadi Coca-Cola dalam bisnis minuman karbonasi. Djarum dan Gudang Garam juga masih menjadi rival berat dalam industri rokok dalam negeri. Partai Demokrat dengan PDIP.
Dalam "pemahaman" rivalitas, kerapkali ada hukum tak tertulis yang menyatakan bahwa tatkala ada seseorang yang membelot dari keberpihakan atau dukungan terhadap salah satu pihak menuju pihak yang lain maka hal itu akan dinilai sebagai tindakan yang melanggar "norma".
Seseorang yang menyeberang dari sebuah kubu menuju kubu seberang akan dianggap sebagai pengkhianat.
Kita mungkin pernah menyaksikan betapa besarnya kehebohan yang terjadi tatkala pemain sepak bola Luis Figo berpindah dari FC Barcelona ke Real Madrid.
Atau mungkin kita bisa melihat seperti apa penilaian publik saat mengetahui Ruhut Sitompul yang dulunya adalah loyalis setia Pak SBY dan Partai Demokrat, kini berubah haluan menjadi pendukung Partai Banteng Moncong Putih.
Keputusan yang diambil oleh mereka yang melintasi batas rivalitas memang sangat berpotensi disebut sebagai tindakan tidak populer dan rawan menerima penolakan.
Meski tindakan tersebut sejatinya sudah dipertimbangkan oleh yang bersangkutan perihal konsekuensinya, tetapi tidak setiap orang akan memaklumi tindakan mereka itu.