Bulan suci Ramadan sudah mendekati hari-hari terakhirnya. Sesuatu yang barangkali tidak pernah kita inginkan untuk terjadi. Momen istimewa yang hanya hadir sebulan dalam satu tahun ini memang menyimpan begitu banyak keistimewaan sehingga membuat kita terasa berat untuk melepaskannya.
Dan salah satu hal yang barangkali akan sangat kita rindukan adalah kondisi di tempat kerja, di mana orang-orangnya menjadi jauh lebih mampu menahan emosi, menekan amarah, serta menahan diri dari peningkatan tensi akibat konflik menyangkut segala sesuatu di pekerjaan.
Si bos yang biasanya gampang meluapkan amarah menjadi berkurang frekuensinya. Rekan-rekan kerja yang biasanya cepat "panas" menjadi lebih hangat.
Suasana yang pada hari-hari biasa begitu diliputi dengan konflik emosi untuk sejenak mampu diredam oleh kesejukan bulan suci.
Tuntutan agar setiap orang menahan diri sedikit banyak sangatlah berpengaruh untuk menciptakan iklim kerja yang lebih kondusif dan nyaman bagi semua orang. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi semacam itu tidak selalu bisa ditemui pada setiap lingkungan tempat kita bekerja.
Apakah momen bulan suci Ramadan yang hadir di tengah-tengah kita benar-benar mampu menciptakan atmosfer kerja yang lebih bersahabat dan kondusif? Seharusnya demikian. Mengapa?
Seperti yang kita tahu bahwa bulan suci Ramadan bukanlah sebatas bulan untuk memperbanyak aktivitas ibadah ritual, melainkan juga merupakan ajang untuk menempa diri, mengasah pribadi, dan melatih kecakapan emosi.
Ary Ginanjar Agustian melalui bukunya ESQ menjelaskan bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang erat kaitannya dengan cara kita untuk melatih kemampuan mengendalikan diri (self controlling). Tata cara serta syarat yang menyertai pelaksaan ibadah di bulan Ramadan utamanya puasa mengharuskan setiap orang untuk menahan dirinya baik dari seruan lapar, dahaga, syahwat, dan juga emosi.
"Bulan suci Ramadan menjadi potret bahwa tidak semestinya emosi dibiarkan semena-mena menguasai keadaan. Adakalanya saat gejolak syahwat, emosi, dan hasrat diri perlu untuk dikendalikan."
Seseorang yang menunaikan ibadah puasa harus mampu menahan diri untuk tidak makan dan minum sampai adzan maghrib berkumandang. Demikian juga seseorang diharuskan menjaga pandangannya, emosinya, dan lain-lain dari sesuatu yang bisa membatalkan puasa.
Hal tersebut merupakan pelatihan luar biasa yang diberikan langsung oleh Allah SWT untuk menempa diri menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Menjadi pribadi yang memiliki kendali penuh atas dirinya sendiri.