Polemik isu kudeta didalam Partai Demokrat seperti diberitakan berbagai media masa telah menyasar banyak pihak untuk masuk ke dalam pusaran kisruh partai belogo mercy tersebut.
Selain terdapat kader partai dan mantan kader partai yang disinyalir menjadi dalang dibalik rencana kudeta, ada sosok selevel Kepala Staf Kepresidenan (KSP) yaitu Jenderal (Purnawirawan) TNI Moeldoko yang turut disebut sebagai otak dibalik semua ini.
Tak ayal hal inipun membuat sang Ketua Umum Partai Demokrat yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kegerahan hingga melayangkan surat "konfirmasi" kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang konon katanya turut memberikan restu atas upaya pengambilalihan paksa partai yang dipimpinnya tersebut.
Pihak istana sendiri sudah menyatakan menerima surat yang dimaksud tapi tidak berniat memberikan konfirmasi atau balasan surat karena menganggap bahwa kasus ini sepenuhnya adalah masalah internal Partai Demokrat.
Terlepas benar tidaknya tudingan pemeberian izin pengambialihan partai oleh Jokowi sebagaimana ditudingkan pihak Demokrat, sepertinya pihak istana tidak mau ambil pusing dengan urusan partai yang memang berada diluar jejaring koalisi mereka tersebut.
Tapi jikalau seandainya Presiden Jokowi berkenan membalas surat yang dilayangkan oleh AHY kepada beliau, mungkin bin kira-kira isinya akan seperti ini.
Kepada Yth
Ananda Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang saya hormati,
Setelah menyimak perkembangan pemberitaan yang terjadi serta memeriksa hal ikhwal terkait surat konfirmasi yang Ananda layangkan kepada saya baru-baru ini, demi memberikan rasa nyaman dan kepuasan bagi seluruh elemen bangsa maka melalui surat ini saya akan coba memberikan klarifikasi yang sejelas-jelasnya dan seterang-terangnya akan semua menjadi terang benderang.
Sampai adanya informasi yang sampai kepada saya beberapa waktu lalu yang mengatakan adanya keresahan dari salah satu ketua umum partai, saya merasa bahwa kondisi internal masing-masing partai di negara kita ini masih baik-baik saja. Saya cukup terkejut saat tiba-tiba mendapatkan laporan bahwa ada rencana kudeta yang melanda Partai Demokrat. Hampir sama terkejutnya ketika saya menerima informasi adanya beberapa tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diamankan aparat terkait rencana makar yang hendak mereka lakukan. Tapi saya melihat kadar cakupan yang Ananda risaukan dalam hal ini sebenarnya masih tidak sebanding dengan pengusikan yang kami alami sebagai pemerintah. Lagipula "rencana kudeta" yang Ananda khawatirkan tersebut masih sebuah isu yang belum terbukti kebenarannya. Dalam hal ini saya sarankan agar partai Ananda beserta seluruh kader untuk melakukan konsolidasi internal terlebih dahulu sebelum berkoar-koar di media. Kami selaku pemerintah sudah cukup pusing mengurus pandemi dan pemulihan ekonomi. Maka kami harap jangan ditambahi lagi dengan isu kudeta di partai Ananda ini.
Terkait dengan pertanyaan utama yang Ananda sampaikan yaitu apakah saya memberikan restu kepada Bapak Moeldoko agar mengambil alih Partai Demokrat maka saya jelas akan mengatakan TIDAK. Namun hal ini tergantung dengan interpretasi beliau dalam memahami pernyataan saya dalam aktivitas diskusi yang kami lakukan. Saya mengatakan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia jelas harus bersatu untuk keluar dari jurang kesulitan akibat pandemi. Tapi pernyataan ini bisa saja ditafsirkan beliau bahwa itu artinya semua partai harus ikut mendukung program-program yang direncakan oleh pemerintah. Sementara ada beberapa partai yang memiliki sudut pandang berbeda dengan partai-partai pendukung pemerintahan. Salah satunya partainya Ananda. Bapak Moeldoko bisa saja menafsirkan bahwa itu artinya semua partai harus memiliki kesamaan pemahaman. Dan salah satu caranya adalah dengan mengambil alih kendali partai tersebut dengan merebut kursi ketua umumnya.
Tapi Ananda jangan terburu nafsu bahwa memang seperti itulah yang terjadi. Ini hanyalah terkaan saja dari sudut pandang saya sebagai orang biasa. Bukan dalam kapasitas sebagai presiden ataupun bagian dari kader partai di koalisi pemerintah. Untuk itu sebaiknya Ananda segera mengambil langkah agar tudingan kudeta ini bisa dinetralisir sesegara mungkin. Apabila Ananda menaruh kecurigaan kepada seseorang alangkah baiknya apabila hal itu tidak langsung dibesar-besarkan. Jika ternyata kecurigaan itu salah maka akan menjadi fitnah. Lebih baik diselidiki secara internal dulu, pelan-pelan, jangan keburu nafsu. Lagipula pilpres masih lama dan Ananda mempunyai kesempatan besar untuk menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Dan terkait hal ini saya mohon maaf karena belum bisa mengajak serta Ananda untuk bergabung di pemerintahan. Baik dalam kapasitas sebagai menteri, wakil menteri, dan sebagainya. Bukan karena Ananda tidak layak, tapi karena Ananda masih harus banyak belajar. Dan isu kudeta ini saya harap bisa mendewasakan Ananda sehingga benar-benar siap menjadi pemimpin masa depan.
Salam hormat,
Joko Widodo
Tapi sayangnya Pak Jokowi tidak berkenan membalas surat dari AHY. Karena mungkin sekarang bukan zamannya surat-suratan lagi, atau karena menanggapi isu internal partai tidaklah penting dalam kapasitas sebagai seorang presiden. Lagipula tidak ada urgensinya bagi seorang Presiden Jokowi turut terlibat dalam kemelut partai orang lain. Jikalau memang harus memberikan tanggapan terkait pernyataan AHY apakah presiden memberikan restu pengambilalihan partai maka Jokowi cukup menjawabnya singkat. TIDAK.
AHY mungkin tidak perlu mendramatisir isu kudeta ini dengan melayangkan surat konfirmasi kepada presiden. Cukup berkunjung langsung ke istana dengan dalih silaturahmi. Sekalian juga bertemu Moeldoko. Disisi lain tim investigasi internal terus berjalan. Kegaduhan di media sepertinya tidak memiliki arti penting samasekali bagi publik yang tengah pusing dengan pandemi. Disinilah kedewasaan politik AHY diuji.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H