Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Fenomena Pekerja yang Merindu Agama

Diperbarui: 30 Januari 2021   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar : www.martinezlawyers.com

Memang sebuah fenomena atau potret realitas tatkala tidak sedikit dari orang-orang kantoran atau pekerja bergaji yang begitu giat mengikuti kegiatan mengaji serta bergabung dalam suatu komunitas kajian. Sebagian diantaranya terlihat mengalami perubahan dari sebelum dan setelah mengikuti siraman keagamaan. Sebagian diantaranya mungkin bersikap ala kadarnya, namun setelah mengikuti kegiatan agama mereka menjadi lebih gemar beribadah, rajin berpuasa,  dan lain sebagainya.

Sebuah kabar baik tentunya saat ada orang yang ingin dekat dengan aktivitas keagamaan, memperdalam ajaran agama, dan terlebih menjadikan dirinya sebagai pribadi yang lebih baik. Fenomena ini biasanya dipahami sebagai periode hijrah seseorang dari yang sebelumnya jauh dari agama, jauh dari tuhannya, menjadi lebih dekat dan lebih taat menjalankan perintah agama.

"Kerinduan dalam beragama bisa dirasakan siapapun juga. Ketika saat itu tiba sebaiknya kita melangkah dengan seksama dan melihatnya dari berbagai arah. Belajar untuk mengtahui lebih banyak dan lebih luas. Sehingga kita benar-benar menjadi manusia yang seutuhnya."

Mengapa seseorang yang tidak atau sedikit memiliki latar belakang berkaitan dengan spiritualitas bisa berubah demikian cepat menjadi lebih dekat dengan agamanya? Salah satu hal yang terlihat disini adalah menyangkut perasaan rindu yang menggebu didalam diri seseorang kepada Sang Pencipta. Mungkin tercipta kesadaran dari yang sebelumnya menjalani hidup dengan bebas kini seiring berjalannya waktu dan usia perlu adanya perbaikan diri. Kita mungkin familiar menyebutnya dengan istilah hidayah. Perubahan ini seharusnya menjadikan seseorang lebih baik dari sebelumnya. Karena kedekatan seseorang dengan agama, dengan penciptanya seharusnya bisa mengambalikan fitrah manusia kepada versi terbaiknya. Terkecuali jika pemahaman yang membuat seseorang berubah itu justru menjadikannya bersikap kaku dan merasa benar sendiri. Jikalau hal seperti ini terjadi berarti ada sisi pemahaman yang belum lengkap mengingat filosofi beragama sendiri adalah tentang menebar kemaslahatan kepada semua orang.

Orang-orang  yang dulunya jauh dari agamanya, kemudian berlaku mendekat seharusnya membuatnya tidak mudah menyalahkan orang lain. Hanya saja ada beberapa hal tertentu yang justru membuat seseorang bersikap sangat fanatik sampai-sampai hal itu seperti mengubah dirinya yang sebelumnya terkesan demokratis menjadi terlalu idealis. Perilaku semacam ini sebenarnya sah-sah saja selama diberlakukan untuk dirinya sendiri dan tidak untuk menghakimi pemahaman milik orang lain.

Apalagi jikalau hal itu terjadi di lingkungan kerja. Menyaksikan seorang rekan kerja mengalami perubahan diri dan berhijrah ke arah yang lebih baik tentu merupakan berita gembira. Tapi lain ceritanya apabila hal itu justru membuat seseorang merasa paling suci dan menganggap orang lain tidak selevel dengannya. Minimal dalam kaitan pemahaman beragama. Dari sudut pandang beragama hal itu jelas kurang tepat, sementara dari sudut pandang hubungan kerja hal itu bisa mengacaukan suasana.

Ketika seseorang atau diantara kita tengah mengalami saat-saat kerinduan beragama semacam ini alangkah baiknya untuk menemukan guru yang tepat. Bukan semata melihat dari satu sisi sudut pandang yang justru berpotensi mendegradasi kearifan kita dalam membawa serta agama sebagai bagian terpenting kehidupan. Terlebih jika prosesi mengenal agama itu dilakukan seorang diri alias autodidak, maka bisa jadi pemahaman yang dimiliki hanyalah berdasarkan persepsi. Padahal belajar agama itu penting kiranya memiliki sanad yang jelas. Memiliki jalinan keterhubungan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan refferensi utama dari beragama itu sendiri.

Dalam konteks Islam mungkin hal ini bisa disebutkan diantaranya adalah kitab suci, sunnah, dan pengajaran para ulama. Satu hal yang bisa dilihat dari ciri seseorang berilmu adalah semakin banyak ilmunya maka akan semakin berlaku bijak. Bukan sebaliknya. Dan sebagai pekerja pemahaman yang tepat dalam beragama akan membuatnya arif dan bijak sebagai manusia.

 

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline