Menurut sebagian orang, usia 30-an itu bisa disebut sebagai periode seseorang mulai memasuki kedewasaan yang sesungguhnya. Inilah periode emas kehidupan seseorang di mana tahap kematangan itu mulai terbentuk dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Usia ini sudah berbeda sekali dengan usia 20-an yang umumnya masih menjadi orang kuliahan atau usia belasan yang umumnya masih menjadi anak sekolahan.
Usia 30 tahun ke atas umumnya seseorang sudah menjalani kehidupan baru yang terpisah dengan orangtuanya. Membangun rumah tangga sendiri dengan suami atau istri dan juga anak. Sehingga sikap yang ditampakkan tidak bisa lagi bersembunyi dibalik kekuatan milik orang lain melainkan harus sudah benar-benar menampilkan sisi keadaan dirinya sendiri.
"Gugup bukanlah masalah usia, tapi lebih karena kepercayaan diri yang melekat pada diri. Sejauh mana kita memupuk dan mengembangkan kepercayaan diri maka sejauh itu pula kita mampu bersikap dalam menanggapi situasi dan kondisi."
Ketika seorang pekerja khususnya yang sudah berusia 30 tahun ke atas atau bahkan 40-an dihadapkan pada situasi di mana mereka harus menghadap sang atasan untuk melakukan presentasi atau sekadar dimintai keterangan tidak sedikit yang merasa gugup bahkan panik karenanya. Padahal dalam kehidupan sehari-hari mereka ini sudah terlihat sebagai pribadi yang dewasa dan secara usia tidak bisa dikategorikan "anak ingusan" lagi. Akan tetapi kegugupan sering kali tidak bisa ditutupi bahkan cenderung menciptakan perasaan tidak nyaman.
Seorang staf mungkin dadanya akan berdegup kencang saat dipanggil manajernya. Seorang manajer bisa begitu grogi saat diminta menghadap direkturnya. Bahkan seorang direktur sekali pun bisa merinding tatkala diminta menemui CEO-nya. Padahal orang-orang tersebut dalam situasi normal terlihat begitu percaya diri di hadapan para anak buahnya. Namun tetap saja hal itu tidak menjamin bahwa mereka akan menampakkan raut ekspresi serupa ketika diminta bersua dengan atasan yang lebih tinggi.
Sebenarnya hal ini tidak selau berkaitan dengan urusan umur atau usia. Kegugupan seseorang untuk bersua dengan sang atasan boleh jadi disebabkan oleh sisi teknis yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Ketika semua tugas dan tanggung jawab beres, biasanya mau dipanggil kapan pun juga tidak masalah. Akan tetapi jika terjadi kondisi sebaliknya di mana dalam pekerjaannya terdapat banyak masalah maka setiap bunyi telepon akan selalu menghadirkan rasa was-was bahwa itu adalah telepon dari atasan yang hendak meluapkan murkanya. Bahkan meski sang atasan bisa jadi berusia lebih muda hal itu tidak menjamin hilangnya perasaan gugup yang ditimbulkan oleh kekhawatiran atas "kesalahan" yang diperbuat.
Dalam hierarki organisasi amatlah wajar apabila bawahan membuat laporan dan bertanggung jawab kepada atasannya. Demikian pula ketika seorang atasan ingin menegur atau memberikan sanksi kepada anak buahnya karena dirasa gagal menjalankan tugas. Dengan demikian dinamika pekerjaan di mana terjadi komunikasi yang tidak nyaman satu sama lain sangatlah mungkin terjadi.
Ketidaknyamanan ini bisa berupa perasaan gugup, takut, atau khawatir saat harus menyampaikan sesuatu dari seorang anak buah kepada atasannya. Dalam hal ini bukan hanya anak-anak muda usia 20-an saja yang akan gugup tatkala harus menghadap "yang lebih senior", para pekerja lama yang usianya 30 tahun ke atas pun juga bisa merasa nervous apabila mengalami situasi serupa.
Kepercayaan Diri tidak Mengenal Usia