Aksi blusukan Mensos Tri Rismaharini ternyata menimbulkan efek domino. Salah satunya terkait perjumpaan Bu Mensos Risma dengan beberapa tunawiswa di kawasan Jalan Sudirman Thamrin yang belakangan semakin ramai dibicarakan.
Di satu sisi pihak pemerintah daerah DKI Jakarta merasa heran dengan ditemukannya tunawisma di salah satu jantung Kota Jakarta karena menurut mereka hal itu belum pernah terjadi sebelumnya. Meski mereka juga mengakui bahwa keberadaan para tunawisma itu benar adanya tapi umumnya di kawasan pinggiran atau bawah kolong jembatan.
Di sisi lain pihak mensos menilai bahwa temuan Bu Risma itu memang nyata, dan bukan sesuatu yang mengada-ada. Bukan setting-an, bukan pencitraan, tapi sebuah potret atas realitas.
"Kemiskinan adalah musuh bersama yang harus dituntaskan bersama-sama. Dalam kasus blusukan Bu Risma kemiskinan itu termanifestasi melalui tunawisma yang beliau temui. Hal ini seharusnya menjadi fokus dari semua pihak untuk menempuh langkah-langkah penanggulangan melalui sinergi dan kolaborasi. Bagaimanapun juga pemerintah pusat dan daerah tidak bisa bekerja sendiri-sendiri."
Keheranan pemda DKI Jakarta atas keberadaan tunawisa di sekitaran Jalan Sudirman Thamrin mungkin bisa dimaklumi. Karena temuan tunawisma oleh Mensos Risma seakan mempermalukan kinerja pemda DKI Jakarta yang seakan tidak becus mengelola kondisi sosial masyarakatnya.
Terlepas dari "insiden" ini mungkin publik juga bertanya-tanya bagaimana bisa Bu Risma bersua dengan tunawisma sementara untuk waktu-waktu sebelumnya hal serupa tidak pernah terjadi? Ada banyak kemungkinan atas pertanyaan ini.
Pertama, mensos terdahulu tidak pernah melakukan aksi blusukan serupa Bu Risma. Kedua, pejabat di DKI Jakarta tidak menyadari keberadaan tunawisma di kawasan tersebut karena "berasumsi" bahwa daerah tersebut pasti steril dari tunawisma.
Ketiga, tunawisma yang ditemui Bu Risma kebetulan sedang "keluyuran" di kawasan Sudirman Thamrin pada saat beliau blusukan. Sementara pada waktu-waktu yang lain biasanya mereka tidak atau jarang sekali ke sana. Keempat, tunawisma yang ditemui Bu Risma kala itu dengan sengaja dikondisikan oleh oknum tertentu sehingga bisa bersua Bu Risma. Bisa jadi Bu Risma sendiri tidak tahu dengan pengondisian tersebut, tapi "sutradara" dibalik layar telah mendesainnya sedemikian rupa sehingga terlihat lebih dramatis.
Sebenarnya masih ada kemungkinan lain dibalik misteri keberadaan tunawisma di sekitaran jalan Sudirman Thamrin itu. Tapi apabila kita mencoba berbaik sangka kepada kedua belah pihak yaitu pihak Kementerian Sosial serta pihak Pemda DKI Jakarta, maka kita anggap saja kemunculan tunawisma itu merupakan potret realitas yang mesti diperbaiki bersama-sama.
Mensos memiliki concern untuk memperbaiki kualitas sosial kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan sedangkan Pemda DKI Jakarta khususnya dinas sosialnya lebih spesifik dengan tanggung jawab untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat yang tinggal di kawasan DKI Jakarta. Yang dibutuhkan sebenarnya hanyalah sinergi, koordinasi, dan kerjasama pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar saling bahu membahu menuntaskan segala permasalahan sosial yang ada.
Jika kita terfokus pada pertanyaan mengapa bisa ada tunawisma di kawasan jalan Sudirman Thamrin maka yang muncul kemudian adalah prasangka negatif dan tudingan pencitraan atau penyudutan satu sama lain. Anggap saja Sang Pencipta yang telah menggerakkan kaki para tunawisa itu sehingga menuju ke kawasan tersebut.
Kejadian ini pasti ada hikmahnya. Nasib tunawisma kembali menjadi sorotan publik. Karena bagaimanapun juga kemiskinan di negeri ini masih tetap menjadi problem akut yang mesti segera dibenahi. Upaya penuntasannya seringkali timbul tenggelam tergantung momen tanpa ada kejelasan dan program penuntasan yang benar-benar jelas.