Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Alasan Pentingnya Memasukkan Kriteria Spiritualitas dalam Merekrut Karyawan

Diperbarui: 14 November 2020   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi bekerja. (sumber: thinkstockphoto.com via kompas.com)

"Spiritualitas bukanlah semata tentang kegiatan ritual keagamaan, melainkan juga peresapan nilai-nilai mulia spiritual ke dalam hati seseorang yang meyakini urgensi kebenarannya."

Apa yang seringkali menjadi landasan sebuah insitutsi, lembaga, ataupun korporasi bisnis dalam merekut calon tenaga kerjanya? Tingkat pendidikan; Nilai akademis; Kemampuan berkomunikasi; Kepribadian; atau masih ada kriteria yang lain? 

Secara umum kemampuan intelektual dan juga sisi emosi seringkali menjadi pertimbangan utama dalam merekrut calon tenaga kerja baru. Mengapa? Karena bisa jadi hanya kedua hal tadi saja yang paling memungkinkan untuk diukur. 

Ada tes akademis dan juga ada tes psikologis. Keduanya merupakan pilar uji yang menjadi andalan para pencari pekerja untuk mendapatkan pekerja incarannya. 

Namun ada aspek lain yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritual masih belum sepenuhnya terakomodasi dalam kriteria perekrutan calon karyawan.

Mungkin karena penilaian terhadap aspek ini sukar diukur secara kuantitatif atau karena pihak perekrut berasumsi bahwa kualitas spiritual seseorang sudah terwakili dari penilaian secara psikologis selama pelaksaan tes maupun penilaian langsung saat bertatap muka atau bisa jadi tidak dipertimbangkan samasekali.

Situasi ini tentu memantik ketidakpastian bahwa nilai-nilai spiritualitas itu sebenarnya dibutuhkan atau tidak dalam menunjang kredibilitas seseorang. 

Seseorang dengan keterampilan teknis mumpuni dan mahir memerankan sisi psikologisnya belum tentu cakap secara spiritual. Sudah berapa banyak pekerja yang memainkan permainan "kotor" selama menunaikan pekerjaannya demi suatu alasan tertentu? 

Praktik-praktik semacam ini seperti menjadi sesuatu yang jamak ditemui di beberapa tempat padahal sejatinya merupakan perbuatan yang salah. Apapun alasan terjadinya hal itu seharusnya bisa dicegah sejak awal mengingat setiap perbuatan seseorang sebenarnya merepresentasikan nilai-nilai spiritual yang diyakininya. 

Apabila orang-orang yang menunaikan setiap pekerjaan menjunjung tinggi nilai spiritual luhur itu tentu keadaannya akan baik-baik saja. Dengan kata lain tercipta suasana kerja yang sehat dan bebas kecurangan model apapun.

Dalam banyak kasus, motivasi bekerja seseorang mungkin lebih banyak dimaknai sebagai upaya mengejar sisi materi saja. Kalaupun aspek spiritual dibicarakan bisa jadi hal itu hanya sebuah formalitas dan retorika belaka. Tidak lebih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline