Ketika ada seorang rekan, kerabat dekat, atau siapapun yang tiba-tiba datang dengan maksud untuk meminjam sejumlah uang kepada kita umumnya perasaan yang timbul saat itu adalah tidak nyaman. Ada keraguan, curiga, atau pertentangan hati yang lain untuk mengabulkan permitaan tersebut ataukah menolaknya.
Rasa sungkan atau tidak hati untuk menolak memberi pinjaman mungkin dirasakan oleh sebagian orang. Begitupun dengan sikap untuk menolak secara halus ataupun lugas juga dilakukan oleh sebagian orang yang tidak bisa memberikan pinjaman tersebut.
Kadang ada dilema tersendiri kala seseorang memutuskan untuk memberi pinjaman ke orang lain atau tidak. Khawatir jikalau utangnya tersebut tidak dibayar atau mungkin ada pertimbangan kebutuhan pribadi yang tak kalah pentingnya.
Seiring dengan sering dipahaminya secara negatif perihal utang ini, khususnya utang mengutangi antar orang dekat, seolah-olah kita menganggap bahwa tidak ada sisi manfaat sekalipun dari sisi mereka yang memberikan hutangan ke orang lain.
Apabila suatu lembaga pemberi pinjaman yang memberikan bantuan utang maka lembaga tersebut akan mendapatkan imbal balik selalui suku bunga pembayaran. Tapi perihal pinjam meminjam dengan sesama orang dekat hal itu tentunya kurang etis untuk diberlakukan.
Namun bukan berarti tidak ada sedikitpun sisi manfaat yang didapat oleh si pemberi utangan.
Dari sudut pandang agama, terutama Islam, orang-orang yang berkenan memberikan pinjaman kepada saudaranya akan mendapatkan pahala yang jauh lebih besar ketimbang pahala sedekah.
Nilai keutamaan memberikan utang kepada orang yang membutuhkan itu adalah suatu kebaikan yang besar. Sehingga apresiasi yang diberikan terhadap para pelakunya tentu jauh lebih istimewa. Hanya saja sebagian dari kita cenderung tidak menganggap ada hal ini karena umumnya "efek" dunianya tidak ada.
Malah penilaian yang ada cenderung menganggap kalau mengutangi orang lain maka harta kita berkurang, mungkin akan muncul pinjaman dari orang lainnya lagi, dan seterusnya.
Memberi pinjaman tidak selalu hanya bisa dikaitkan dengan konsekuensi pahala atau narasi-narasi keagamaan yang membaguskan derajat atau martabat seseorang. Ada sisi "duniawi" yang bisa dipetik manfaatnya kala seseorang berkenan untuk membantu orang lain melalui pinjaman atau utang yang diberikannya.
1. Merawat tali persaudaraan
Cukup banyak diantara orang-orang dengan ikatan keluarga tiba-tiba putus hubungan hanya karena konflik yang disebabkan oleh utang piutang. Namun disisi lain ada juga keluarga yang terpisah dan bersekat justru membaik hubungannya oleh karena kesediaan dari anggota keluarga yang lain untuk membantu pemberian pinjaman guna keperluan tertentu.
Rasa terima kasih yang dirasakan membuat mereka yang sempat merasa terbantu oleh utang pemberian kerabatnya tersebut membuat hubungan diantara mereka menjadi lebih erat.
2. Memberi kesempatan orang lain untuk bangkit dengan lebih terhormat
Sebagian diantara sebab seseorang berutang adalah mengalami kebangkrutan usaha dan kehabisan modal. Agar bisa bangkit kembali dari keterpurukan maka mereka butuh sokongan dana yang salah satunya diperoleh melalui uluran utang.
Entah itu utang dari pemberi modal atau dari orang lain yang tidak memberlakukan kesepakatan bisnis didalamnya. Akan tetapi dari utang inilah seorang yang pernah terpuruk bisa kembali bangkit dan berjaya hingga kemudian mampu melunasi utang-utangnya.
3. Memupuk semangat gotong royong
Seringkali semangat gotong royong itu digaungkan dalam pelbagai kesempatan. Yang perlu kita tahu bahwa gotong royong itu tidak sebatas pada kegiatan kerja bakti atau aksi sosial semata. Gotong royong juga menyangkut upaya untuk membantu orang lain yang kesulitan keuangan. Salah satunya yaitu membantu melalui pemberian utang kepada mereka yang membutuhkan.
Mungkin kita juga harus bisa melihat sisi positif dari orang yang memilih berutang ketimbang menempuh cara haram seperti mencuri, merampok, atau sejenisnya. Paling tidak dengan "ikrar" utang tersebut ada harapan suatu saat mereka akan mengembalikannya.
4. Menumbuhkan sikap respek dari orang lain
Tidak setiap orang memiliki "kekuatan" untuk mengutangi orang lain. Mungkin berdasarkan kemampuan ekonomi atau karena kekuatan hati untuk menanggung risiko dari setiap utang yang mereka berikan. Seseorang yang terkenal mudah memberi pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan umumnya akan dipandang hormat oleh orang yang berutang.
Perasaan berutang budi, dan respek karena kesediaan membantu merupakan anggapan yang jamak timbul di hati mereka yang merasa terbantu oleh utang tersebut.
Penilaian tentang utang memang identik dengan hal-hal berbau negatif. Namun perlu diingat juga bahwa utang juga memiliki sisi lain yang positif. Bukan hanya bagi mereka yang merasa terbantu oleh utang, melainkan juga dari sisi pemberi utangnnya. Meskipun demikian, seorang yang berutang tetap dibebani kewajiban untuk membayarkan apa yang menjadi tanggungjawabnya.