Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Solo "Zona Hitam" Politik Dinasti?

Diperbarui: 23 Juli 2020   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gibran dan Jokowi | Sumber gambar: www.cnnindonesia.com

Belakangan ini ramai sekali dibicarakan perihal keberadaan dinasti politik di Indonesia. Hal ini dipicu oleh sosok Gibran Rakabuming Raka yang tidak lain merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) Wali Kota Solo. 

Kontroversi terjadi bukan semata karena Gibran adalah anak dari orang nomor satu di republik ini, akan tetapi perjalanan Gibran untuk menjadi calon yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam pilkada Wali Kota Solo juga tak luput dari perhatian. 

Gibran yang masih "bau kencur" itu tiba-tiba berhasil menyisihkan kandidat kuat sebelumnya, Achmad Purnomo, yang tidak lain juga sesama kader PDIP untuk mundur secara teratur dari persaingan. 

PDIP pusat memutuskan untuk lebih mengedepankan sosok Gibran dibanding yang lain. Terkait dengan hal ini sampai-sampai Jokowi sendiri harus "turun" tangan sendiri memanggil Achmad Purnomo ke istana guna menginformasikan bahwa Gibran-lah yang terpilih serta mendapatkan rekomendasi DPP untuk maju dalam pilkada Solo mendatang.

Berbagai kritikan pun dilontarkan kepada Presiden Jokowi terkait hal ini. Meski disatu sisi juga cukup banyak yang memaklumi. 

Pada dasarnya majunya Gibran dalam kontestasi pilkada merupakan sesuatu yang lumrah untuk dilakukan. Hanya saja ada "hukum" tak tertulis di Indonesia yang menyatakan bahwa tidak etis apabila orang-orang dari satu keluarga yang sama turut terjun dalam aktivitas politik. 

Dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan atau hal-hal lain yang menjurus pada penyalahgunaan kewenangan. Risiko korupsi lebih mungkin terjadi oleh keberadaan politik dinasti didalam suatu roda pemerintahan.

Kekhawatiran serupa patut disematkan terhadap majunya Gibran untuk menjadi kepala daerah. Apalagi sikap Gibran ini terkesan "menelan ludah sendiri" seiring pernyataannya pada tahun 2018 lalu kalau dirinya enggan untuk berpolitik. 

Jokowi sendiri pernah mengomentari putranya tersebut terkait belum adanya feeling politik pada diri anak-anaknya. Akan tetapi setelah beberapa waktu berselang kini Gibran sepertinya "mengingkari" pernyataannya tersebut. Isi hati seseorang memang siapa yang tahu. Isuk dele sore tempe. Lain dulu lain sekarang. Mirip dengan sikap ayahandanya?

Sebenarnya tidak ada larangan secara tegas terkait dinasti politik ini. Karena bagaimanapun juga merupakan hak setiap warga negara untuk turut terjun dalam politik. Apapun latar belakangnya, dan dari mana saja ia berasal. Seperti kata  PDIP, Gibran tidak memilih lahir darimana. 

Menarik untuk ditanyakan, jikalau Gibran bukan putra dari Presiden Jokowi apakah ia akan melakukan hal serupa? Apakah hasrat Gibran untuk maju dalam pilkada Solo nanti dilandasi oleh keinginan yang tulus untuk mengabdi kepada rakyat, memberikan dedikasi untuk tanah kelahirannya, atau hal itu justru menjadi aji mumpung untuk "memanen" kekuasaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline