Rizal Ramli (RR) melalui cuitan twitternya kembali menyoroti lingkungan istana yang menurutnya dipenuhi oleh orang-orang yang kurang kompeten dalam bidangnya. Orang-orang yang mengelilingi presiden Jokowi dinilainya masih dipenuhi dengan sosok-sosok yang memberi nasihat dengan orientasi Asal Bapak Senang (ABS) serta mengutamakann kepentingan pribadi serta kelompoknya (KKN) saja. Hal itu menurut RR sangatlah tidak mendukung iklim kinerja pemerintahan yang produktif.
Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa semestinya di sekitar Presiden Jokowi terdapat orang-orang yang memiliki kecakapan tinggi dan mumpuni dalam bidangnya. Presiden butuh advisor (penasihat) yang pintar dan hebat untuk memberi masukan serta pertimbangan terbaik kepada presiden.
Beberapa presiden terdahulu seperti Soekarno, Soeharto, bahkan hingga John F. Kennedy di Amerika Serikat (AS) memiliki orang-orang semacam itu di sekeliling mereka. Seorang presiden mungkin tidak selalu cakap dalam banyak hal, dia mungkin hanya sebatas unggul dalam ranah-ranah tertentu saja. Sehingga dalam hal ini untuk menutup celah kekurangan tersebut maka sosok kredibel harus duduk di sana.
Terkait dengan keunggulan pribadi Jokowi, Jusuf Kalla (JK) yang selama lima tahun sebelumnya menjadi wakil presiden dari Pak Jokowi mengatakan bahwa Jokowi merupakan sosok yang detail dan bersedia turun sampai ke bawah untuk memastikan bahwa informasi yang diterimanya benar. Sedangkan Mahfud MD yang sekarang menjadi Menkopolhukam mengatakan bahwa Jokowi adalah sosok yang tegas dan responsif terhadap masukan.
Beberapa hal ini mungkin menjadi sisi keunggulan presiden kita dalam mengelola negeri ini. Namun tentunya semua kelebihan itu tidak akan berarti apa-apa jikalau basis informasi, data, gagasan, dan program terobosan yang disampaikan kepada beliau tidak berkualitas. Percuma presiden tahu informasi mendetail, tapi dari gagasan yang salah. Percuma presiden mengiyakan sebuah program kreatif tapi tidak berkualitas. Ibarat permainan sepakbola, presiden mungkin adalah penentu kebijakan akhir atau eksekutor layaknya striker yang mencetak gol.
Sehebat apapun seorang striker dalam permainan sepakbola, tanpa adanya umpan-umpan hebat dari pemain dibelakangnya maka akan berakhir sia-sia. Dengan demikian presiden pun butuh membentuk ekosistem pemerintahan yang dipenuhi oleh orang-orang hebat di sekelilingnya.
Dalam periode pertama pemerintahan beliau, JK cukup mampu mengimbangi dan melengkapi kepemimpian yang Presiden Jokowi usung. Namun hal itu sepertinya tidak lagi terlihat dalam jilid dua pemerintahannya. Wakil Presiden Ma'ruf Amin terkesan hanya bisa duduk dan mengutarakan petuah saja tanpa menunjukkan sikap yang cekatan. Barangkali kendala usia membuat beliau seperti itu. Tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Apalagi mengingat Jokowi memiliki cukup banyak tim di kabinet yang semestinya bisa dipercayainya untuk membantu mengurus negara.
Pertanyaannya sekarang, apakah semua pembantu presiden itu benar-benar kredibel dalam mengemban tugas-tugasnya? Jika memang benar iya, maka kemarahan presiden beberapa waktu yang lalu itu mungkin tidak akan pernah tumpah. Dan kondisi perekonomian bangsa juga tidak akan semengkhawatirkan sekarang.
Dalam mengelola pemerintahan ini presiden tidak selalu harus menjadi orang pertama yang memunculkan gagasan besar untuk memperbaiki kondisi negaranya. Hal itu bisa muncul dari seluruh tim pembantu presiden. Bukan tidak mungkin ada banyak hal yang presiden sendiri kurang terlalu memahami aspek teknis dalam tata kelola negara ini. Beliau sebatas tahu gambaran besarnya. Dalam hal inilah peran tim pembantu presiden amatlah penting.
Keberadaan advisor berkualitas sangat diperlukan agar tidak memberi masukan yang salah kepada presiden hingga berujung pada pengambilan keputusan yang salah. Advisor yang buruk akan memberikan efek buruk berantai juga, yang ujung-ujungnya merugikan banyak pihak. Memilih advisor berkualitas adalah sesuatu yang critical. Oleh karena itu, saat beberapa waktu lalu presiden sempat menghembuskan wacana reshuffle hal itu seperti disambut antusias sebagian kalangan. Ini menandakan bahwa ada banyak sekali ketidakpuasan yang dirasakan publik atas kinerja pemerintahan sejauh ini.
Hutang negara yang terus menumpuk tapi tidak diimbangi oleh perbaikan situasi ekonomi merupakan gambaran lain bahwa ada yang tidak tepat dalam pengelolaan negeri ini.