Adamas Belva Syah Devara (Belva Devara) memang sudah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Staf Khusus (stafsus) Presiden Bidang Teknologi, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah mengabulkan permohonan pengunduran diri itu. Namun, bukan berarti keputusan tersebut lantas mengakhiri semua persoalan.
Belva Devara masih akan terus menyisakan polemik di hadapan publik jikalau perusahaan rintisan (startup) miliknya, Ruang Guru, masih terus menjalankan proyek dari pemerintah terkait program Kartu Prakerja. Sebuah proyek mewah di tengah pandemi COVID-19 yang menelan dana cukup fantastis, sekitar Rp 5.6 triliun.
Seorang praktisi pendidikan, Indra Charismiadji, menyatakan Belva semestinya turut undur diri dari proyek pelatihan online program Kartu Prakerja.
Bukan sebatas melepas jabatan sebagai stafsus. Apabila hanya melepas Rp 50 juta tapi tetap mengiyakan yang Rp 5.6 triliun, maka pengunduran diri tersebut samasekali tidak memiliki nilai yang luar biasa.
Ruang Guru merupakan startup yang tengah menanjak belakangan ini. Terutama selama masa pandemi yang mendorong orang-orang untuk beraktivitas dari rumah.
Profil pendirinya tak ayal turut terangkat karenanya. Terlebih startup tersebut tinggal selangkah lagi menjadi perusahaan Unicorn atau bervaluasi mencapai US$ 1 miliar. Kredibilitas perusahaan semacam ini sangatlah penting untuk dijaga. Karena bukan tidak mungkin hal itu akan turut mempengaruhi penilaian para investor yang menjadi penyokong utama perkembangan sebuah startup.
Jikalau kemudian muncul anggapan bahwa sumber proyek besar Ruang Guru justru berasal dari "permainan orang dalam", maka hal itu akan membentuk stigma negatif platform aplikasi tersebut di tengah masyarakat.
Perusahaan yang bergerak di sektor pendidikan hendaknya memberikan contoh pendidikan yang baik bagi orang banyak. Bukan semata pendidikan eksakta, tetapi juga non eksakta atau pendidikan karakter.
Demi kredibilitas Ruang Guru, mungkin Belva Devara perlu memutus kerja sama yang perusahaannya jalin dengan pemerintah terkait program Kartu Prakerja. Pertanyaannya, bersediakah Belva membiarkan pundi-pundi besar uang melayang begitu saja dari hadapannya?
Hal ini akan menjadi ujian besar terkait kredibilitas seorang Belva Devara dan juga perusahaan yang digawanginya. Pilihan yang berat. Apalagi penunjukan Ruang Guru sebenarnya masih memicu polemik terkait transparansi yang penuh tanda tanya.
Seolah terjadi begitu tiba-tiba, Ruang Guru "ujug-ujug" ditunjuk menjadi mitra program pelatihan Kartu Prakerja. Wajar apabila banyak yang mempertanyakan sesuatu dibalik semua ini. Benarkah ada permainan politis di balik penunjukan Ruang Guru?