Pemilihan Umum (Pemilu) masih jauh, baru tahun 2024 mendatang atau masih sekitar 4 tahun lebih. Masih cukup lama dan seharusnya kurang relevan apabila dibahas pada tahun 2020 ini.
Namun hal itu sepertinya tidak berlaku bagi lembaga survei yang "gemar" memancing atensi publik dengan sederetan data surveinya. Terlebih ketika mereka menyodorkan data popularitas tokoh yang kemungkinan akan maju dalam kontestasi politik pemilu yang akan datang.
Berkaca pada periode-periode sebelumnya, Pemilu Presiden (Pilpres) memang paling banyak menyedot atensi publik dan paling sering dijadikan bahan pembicaraan. Sehingga ketika survei popularitas tokoh kandidat presiden dipublikasikan, maka hampir pasti pandangan masyarakat akan tertuju ke sana.
Menyoal patut tidaknya survei semacam ini diperbincangkan sejak H-4 tahun dari gelaran Pemilu tahun 2024 tentu menimbulkan pertanyaan. Apa gerangan maksud dari lembaga survei melakukan hal ini? Dalam rangka apa mereka mempublikasikan survei semacam ini?
Padahal masyarakat sebenarnya sedang tidak membutuhkannya. Entah dengan partai politik.
Masyarakat sebenarnya lebih membutuhkan "pertunjukan" bukti nyata kinerja para wakilnya dan dari pemimpin yang mereka beri amanah. Bukannya disodori siapa kandidat presiden selanjutnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja baru "seumur jagung" menjabat di periode keduanya, kok ini sudah "dikisruhi" oleh persiapan kehadiran presiden selanjutnya.
Pemilu memang butuh persiapan. Tapi itu berlaku bagi kontestan pesta demokrasi. Rakyat tidak butuh persiapan untuk memilih siapa. Karena "becik ketitik olo ketoro". Tanpa "dikompori" lembaga survei pun masyarakat bisa melihat siapa kandidat pemimpin yang hendak mereka pilih.
Justru kehadiran lembaga survei selama beberapa tahun terakhir ini seringkali menjadi pemicu "kegaduhan" publik oleh mereka yang bersimpati terhadap masing-masing tokoh.
Ada yang mengatakan bahwa lembaga survei merupakan salah satu pilar dari demokrasi masa kini. Namun melihat perkembangan yang terjadi seperti halnya sekarang, masih empat tahun lebih hitung mundur pemilu dilakukan lembaga survei sudah mulai melakukan "start".
Apakah ini memang murni inisiatif dari lembaga survei bersangkutan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, atau sekadar upaya "promosi" mereka kepada kalangan yang membutuhkan servis dari lembaga survei.