Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahail Nazara beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa besaran utang pemerintah per akhir Oktober 2019 adalah sebesar 4.765,13 triliun atau sekitar 29,87% terhadap GDP (finance.detik.com, 2019). Nilainya lebih besar sekitar dua kali lipat dari estimasi pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar 2.165,1 triliun rupiah.
Utang pemerintan Indonesia sebenarnya bukan hanya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja. Sejak era-era presiden terdahulu pun Indonesia tidak pernah lepas dari utang. Mengutip dari laman merdeka.com, era pemerintahan Presiden Soekarno meninggalkan utang untuk pemerintahan Presiden Soeharto sebesar USD 2,3 miliar. Akhir era pemerintahan Presiden Soeharto meninggalkan utang sebesar USD 171 miliar.
Presiden BJ Habibie yang menerima "tongkat estafet" utang pemerintahan sebelumnya pun mengakhiri era kepemimpinannya dengan utang mencapai USD 178 miliar. Ketika memasuki masa reformasi pasca kisruh 1998 dan kehancuran ekonomi dunia kala itu, era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggalkan utang kepada Megawati sebesar Rp 1.273,18 triliun.
Utang Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Presiden Megawati Soekarnoputri kembali "mengikuti jejak" para presiden terdahulu yang terus menambah utang hingga akhir periode kepemimpinan beliau utang Indonessia sudah mencapai Rp 1.299 triliun. Utang pemerinah Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin memuncak hingga mencapai angka Rp 2.608 triliun.
Kini, pada awal periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi utang Indonesia telah mencapai angka Rp 4.765 triliun atau jika dikoversi ke USD maka nilainya adalah sekitar USD 340 miliar. Mungkin secara nominal, utang pemerintah di era Presiden Jokowi ini adalah yang terbesar. Akan tetapi, secara rasio utang sebenarnya era Presiden Jokowi menduduki posisi kedua paling kecil setelah rasio utang era Presiden SBY.
Jumlah utang yang mencapai angka ribuan triliun itu tentu adalah angka yang fantastis. Hampir mustahil ada seseorang yang memiliki uang sebanyak itu untuk saat ini. Bill Gates, manusia terkaya di dunia saat ini saja "hanya" memiliki kekayaan bersih sebesar USD 110 miliar atau setara Rp 1.540 triliun (cnnindonesia.com, 2019). Namun seandainya kita memiliki uang sebanyak itu, maka apa yang akan kita lakukan? Mari sedikit berandai-andai dengan besaran nilai itu dan apa saja yang mungkin bisa kita lakukan dengannya.
- Membeli Start up Termahal Dunia
Mengutip dari laman cbinsight.com, ada beberapa startup dengan nilai valuasi yang tergolong unicorn, decacron, dan hectocorn. Uang utang negara yang mencapai angka USD 340 miliar itu bisa kita pakai untuk membeli 10 perusahaan bervaluasi tertinggi yaitu Toutiao = USD 75 miliar, Didi Chuxing = USD 56 miliar, JUUL Labs = USD 50 miliar, Stripe = USD 35.25 miliar, Airbnb = USD 35 miliar, SpaceX = USD 33.3 miliar, Kuaishou = USD 18 miliar, Epic Games = USD 15 miliar, dan DJI Innovations = USD USD 15 miliar serta SenseTime = USD 7.5 miliar (peringkat 29 valuasi tertinggi). Indonesia sudah memiliki Go-Jek (USD 10 miliar), Tokopedia (USD 7 miliar) , OVO (USD 2.9 miliar) , Bukalapak (USD 2.5 miliar), dan Traveloka (USD 2 miliar). Jika startup yang sudah kita miliki ini ditambah lagi dengan 10 startup yang disebutkan sebelumnya, maka mungkin Indonesia akan benar-benar menguasai bisnis startup dunia.
- 283.000 Ford v 85.000 Ferrari
Seiring sedang happening-nya pemutaran film "Ford v Ferrari", kita juga bisa berandai-andai berapa banyak mobil Ford atau Ferrari termewah yang bisa kita beli menggunakan uang sejumlah USD 340 miliar atau Rp 4.765 triliun itu. Mobil Ford GT MK II yang hanya diproduksi sebanyak 45 unit di seluruh dunia dan digandang-gadang sebagai mobil Ford termahal dengan harganya yang mencapai USD 1.2 juta per unit. Dengan memiliki uang sebesar USD 340 miliar maka kita bisa membeli mobil Ford seri ini sebanyak 283.333 unit. Sedangkan mobil Ferrari P4/5 edisi spesial dengan taksiran harga mencapai USD 4 juta, dengan uang USD 340 miliar kita bisa membeli mobil tersebut sebanyak 85.000 unit. Jikalau kita benar-benar bisa membeli mobil-mobil tersebut maka masalahnya hanya satu, mau diparkir dimana?
- Membangun 10 Sirkuit Sekelas Mandalika pada Setiap Provinsi di 34 Provinsi Indonesia
Beberapa waktu mendatang kemungkinan besar Indonesia akan menjadi tuan rumah pagelaran balap motor dunia, MotoGP, yang akan dihelat di sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pembangunan sirkuit berkelas dunia ini dikabarkan menelan biaya mencapai Rp 14 triliun rupiah untuk perlengkapan semua infrastrukturnya. Dengan memiliki uang senilai Rp 4.765 triliun rupiah maka kita bisa membangun 340 sirkuit berikut infrastrukturnya yang sekelas sirkuit Mandalika. Artinya, di total 34 provinsi yang ada di Indonesia saat ini masing-masing akan memiliki setidaknya 10 sirkuit untuk dibangun. Luar biasa, bukan?
- Untuk Membeli Lem Aibon Dapat Berapa ya?
Beberapa waktu terakhir ini media sosial dibikin heboh dengan pemberitaan terkait anggaran lem Aibon pemerintah DKI Jakarta yang mencapai angka Rp 82,8 miliar. Dengan angka sebesar Rp 82,8 miliar saja akan diperoleh lem Aibon kemasan 70 gram dengan harga per kalengnya Rp 10 ribu sebanyak kurang lebih 8 juta kaleng lebih. Lalu bagaimana seandainya angka Rp 4.765 triliun itu dibelikan lem Aibon? Nominal itu bisa digunakan untuk membeli lem Aibon sebanyak kurang lebih 476.5 miliar kaleng kemasan 70 gram. Lem sebanyak itu kira-kira dipakai untuk apa ya? Satu negara bisa banjir lem.
- Jika dibelikan Es Cendol Bagaimana?
Untuk yang satu ini barangkali kita akan membangun lautan es cendol yang bisa diarungi kapal pesiar untuk berlayar.
Tentunya akan banyak sekali angan yang bisa kita perbuat jikalau memiliki uang dengan nominal Rp 4.765 triliun tersebut. Angka itu adalah jumlah yang luar biasa yang kini harus ditanggung negara ini dan mesti dilunasi pembayarannya. Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 269 juta jiwa, itu artinya setiap warga negara kita menanggung beban hutang negara sebesar Rp 17.7 juta.
Utang yang dimiliki oleh negara kita adalah efek dari lebih kecilnya pendapatan dibandingkan belanja yang dilakukan pemerintah. Sehingga mau tidak mau utang adalah solusi yang dipilih untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Namun kita semua tentu berharap agar seiring berjalannya waktu jumlah utang tersebut mampu terus dikurangi hingga akhirnya lunas di suatu hari nanti. Semoga.
Bagaimana dengan rekan-rekan sekalian? Apa yang akan kalian lakukan seandainya memiliki uang senilai Ro 4.765 triliun tersebut?
Salam hangat,
Agil S Habib