Tahun 2019 ini pemerintah memberikan alokasi anggaran khusus untuk menunjang pembangunan seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai 74.597 desa dengan nominal sekitar Rp 70 triliun.
Setiap desa mendapatkan alokasi anggaran kurang lebih Rp 900 juta (finance.detik.com, 2019).
Keberadaan dana desa ini diharapkan mampu menunjang pembangunan di desa-desa serta bisa memberdayakan masyarakat desa sehingga taraf dan kualitas hidup masyarakat meningkat.
Dana desa sendiri sebenarnya sudah ada sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tetapi untuk peraturan perundang-undangannya sendiri lahir di akhir periode kepemimpinan Presiden SBY.
Program dana desa merupakan sebuah kebijakan strategis yang diharapkan bisa mengakselerasi pembangunan di Indonesia hingga ke seluruh pelosok negeri.
Disamping tujuannya yang mulia, keberadaan dana desa ternyata juga mengundang minat oknum-oknum nakal untuk menikmati manisnya anggaran desa tersebut.
Seperti kata pepatah, dimana ada gula maka disitu ada semut. Nominal dana desa yang fantastis pastinya membikin orang "ngiler".
Terutama bagi mereka yang rakus akan kekayaan. Hal inilah yang belakangan dikeluhkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait fenomena munculnya desa "hantu" atau desa-desa baru namun tidak memiliki penghuni.
Sebuah desa fiktif yang sengaja "diciptakan" orang-orang rakus untuk mengakali pemerintah sehingga mereka bisa menikmati sejumlah uang yang tidak sedikit itu.
Desa hantu ini mungkin tidak angker dalam artian mistis, akan tetapi desa hantu itu justru mengerikan mengingat tujuannya yang ingin merongrong atau mencuri anggaran negara.
Desa hantu merupakan bentuk pencurian yang dikemas secara rapi dan sistematis dalam balutan birokrasi yang terkesan formal dan sah secara hukum.