Politik memang unik, juga menggelitik. Perseteruan bisa berujung pada persahabatan, demikian juga sebaliknya. Rivalitas yang panas bisa berubah menjadi jalinan kerjasama "penuh makna". Bermula dari persaingan kontestasi pilpres, mereda setelah politik commuter line, dan semakin akrab saat politik nasi goreng "berbicara".
Prabowo Subianto yang sebelumnya menjadi seteru paling kuat kubu petahana, kini seakan berubah menjadi "kawan akrab" Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sungguh, tidak ada "permusuhan" yang abadi dalam politik.
Dalam beberapa waktu terakhir memang banyak diperbincangkan perihal kubu oposisi yang semakin mendekat ke pihak istana. Meskipun hal ini banyak disindir beberapa pihak, namun sepertinya the show must go on. Biarpun beberapa mitra koalisi menyuarakan "penolakan" jatah menteri untuk kubu oposisi, namun sepertinya hal itu tidak terlalu digubris oleh presiden terpilih.
Bahkan bukan sekadar "mengajak" kubu oposisi merapat ke istana, Pak Jokowi juga merangkul "simbol" utama dari oposisi itu sendiri. Prabowo Subianto ditawarkan jabatan untuk menjadi menteri di Kabinet Kerja Jilid II pada era kepemimpinan Presiden Jokowi yang kedua.
Sontak hal ini pun memantik banyak komentar publik, mulai dari yang menanggapainya secara positif hingga mereka yang memberikan komentar nyinyir. Bahkan media asing pun turut serta memberikan ulasan perihal merapatnya kubu oposisi untuk menjadi mitra koalisi ini. Sesuatu yang menurut media asing tersebut "tidak sehat" untuk demokrasi di Indonesia.
Munculnya nama Prabowo Subianto sebagai salah satu kandidat menteri Kabinet Kerja Jilid II seakan menjadi titik kulminasi perubahan peta politik di tanah air. Kehadiran Prabowo sebagai bagian dari tim kerja Jokowi -- Ma'ruf mau tidak mau memunculkan spekulasi akan keberadaan "presiden bayangan" di dalam lingkungan istana. Prabowo dinilai akan "menanamkan" pengaruhnya didalam lingkar istana, sesuatu yang bisa jadi membuat Prabowo sebagai "menteri rasa presiden".
Pertimbangan Jokowi dan Motif Prabowo
Spekulasi yang muncul mengiringi nama Prabowo yang kemungkinan ditugaskan presiden mengurusi bidang pertahanan pada dasarnya merupakan sesuatu yang biasa. Barangkali Prabowo memang dibutuhkan Jokowi untuk mengurusi bidang ini. Mungkin Prabowo diperlukan untuk "menunjang" kinerja Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin yang memang sudah sepuh, sedangkan presiden sendiri sudah menyatakan kalau beliau ingin menciptakan kabinet yang lincah. Atau bisa jadi dengan merangkul Prabowo itu sama artinya dengan merangkul sebagian besar kubu oposisi. Tentunya Presiden Jokowi sudah memiliki hitung-hitungan tersendiri perihal siapa-siapa yang layak dan tepat menduduki kursi menteri. Lagipula, memilih tim kabinet sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden.
Sampai komposisi kabinet diumumkan oleh Presiden Jokowi nanti, hingar-bingar perpolitikan tanah air sepertinya masih akan terus menyita perhatian. Entah bagaimana respon publik nanti ketika nama Prabowo Subianto benar-benar diumumkan secara resmi menjadi tim kabinet Jokowi. Menarik untuk dinantikan seperti apa sepak terjang Prabowo dibawah "asuhan" seseorang yang pernah menjadi "anak asuhnya".
Seperti yang kita tahu, nama Jokowi semakin melejit saat "ditarik" oleh Prabowo berpasangan dengan Ahok dalam kontestasi persaingan menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta beberapa tahun lalu. Setelah itu malah justru Prabowo kalah pamor oleh Jokowi seiring persaingan mereka dalam kancah pilpres yang mana dua-duanya dimenangkan oleh Jokowi.
Kesediaan Prabowo Subianto mendekat ke petahana memang masih penuh misteri. Namun bisa saja hal ini dilandasi oleh pertimbangan bahwa inilah waktu "terakhir" yang bisa diambil Prabowo untuk turut serta secara langsung membangun Indonesia dari dalam. Apabila menjadi oposisi ia mungkin hanya sebatas sebagai pemberi komentar atau pengkritik kebijakan pemerintah saja.