Selama ini dunia usaha banyak sekali bergantung pada alumni atau lulusan perguruan tinggi dengan nilai ijazah yang mumpuni sebagai pekerja utamanya. Terlebih untuk perusahan-perusahaan besar yang begitu "mendewakan" jebolan perguruan tinggi terbaik.
Mereka dengan lulusan pendidikan lebih rendah dari sarjana pada umumnya hanya menduduki posisi "rendahan" di perusahaan. Stigma ijazah masih yang utama sepertinya masih melekat kuat di benak pelaku bisnis bahwa itulah syarat utama untuk memperoleh pekerja berkualitas.
Mereka yang tidak memiliki ijazah atau ijazahnya "kelas rendahan" hanya akan menjadi bagian yang termarjinalkan oleh budaya organisasi yang selama ini dianut.
Kemunculan era digital diharapkan mampu memberikan angin segar kepada semua orang terlepas apapun latar belakang pendidikan formal maupun informalnya, dan darimanapun mereka berasal.
Dikotomi favorit non favorit pada suatu lembaga pendidikan sudah bukan masanya lagi untuk dilakukan. Meski mungkin kita masih berada dalam tahap awal atau pertengahan era digital, kita sudah bisa melihat bahwa saat ini banyak tenaga ahli yang direkrut bukan dari lembaga pendidikan formal semata.
nstitusi pendidikan non formal pun sudah mulai diperhatikan eksistensinya dalam menyuplai sumber daya manusia yang bisa mendukung eksistensi di era digital. Ijazah bukan lagi yang utama, skill atau kemampuan yang dimilikilah yang lebih utama dari itu semua.
Inilah era disrupsi. Ketika hal-hal yang sudah"tradisional" berlaku dalam tata aturan masyarakat kita mulai terusik dengan kehadiran sesuatu yang baru sehingga mengusik esksistensi "pemain lama". Ketika dimasa yang akan datang dunia ini semakin terdigitalisasi, sedikit demi sedikit kompetensi pendukungnya pun haruslah relevan dengan perkembangan yang terjadi.
Para pemilik bisnis, pelaku industri, dan sejenisnya akan semakin berlomba-lomba untuk menjadi efisien dalam memilih tenaga kerjanya. Mereka akan memilih orang-orang yang biarpun pendidikannya secara formal pas-pasan, tetapi memiliki keahlian yang dibutuhkan. Misalnya, pekerja yang lulusan SMA tetapi memiliki kemampuan khusus bidang pemrograman.
Daripada lulusan sarjana tetapi kemampuannya biasa-biasa saja. Pada akhirnya dunia akan menyeleksi kualitas lulusan dari sebuah lembaga pendidikan. Apakah mereka memang layak bersaing ataukah tidak.
Bisa-bisa nanti para sarjana atau para jebolan pendidikan formal akan kalah dengan mereka yang sebatas mempelajari semuanya secara autodidak atau mengikuti pelatihan-pelatihan khusus pada beberapa jenis bidang keahlian tertentu.
Apabila demikian yang terjadi maka kita harus bersiap memulai hitung mundur ijazah formal yang kita miliki akan menjadi usang. Digantikan oleh sertifikat pelatihan berbagai jenis bidang keahlian.