Menjelang memasuki bulan Dzuhijjah atau bulan haji, banyak sekali kisah-kisah inspiratif dari orang-orang yang berhasil menyempurnakan rukun Islam kelima meski memiliki kondisi ekonomi serba terbatas.
Diantaranya pasangan Sahyun dan Kaiah, pasangan penjual rujak yang berhasil berangkat ke tanah suci setelah perjuangan keras menabung Rp 5.000,- selama 7 tahun.
Ada juga ibu Tri Darini, seorang penjual kerupuk yang berjuang setidaknya selama 28 tahun untuk menabung demi keberangkatannya ke tanah suci. Perjuangan serupa juga dilakukan oleh Bapak Sanusi seorang penjual gorengan yang menabung selama 46 tahun mengumpulkan uang untuk berangkat haji.
Selain mereka, masih ada banyak lagi orang-orang yang mampu memenuhi panggilan Allah SWT pergi ke tanah suci meski memiliki keterbatasan kondisi ekonomi.
Tentunya bukan perkara mudah untuk merealisasikan mimpi ke tanah suci di tengah-tengah situasi dan kondisi perekonomian yang serba terbatas. Meski juga bukan merupakan sesuatu yang mustahil.
Apa yang dialami oleh beberapa calon jamaah haji tersebut memiliki nilai pembelajaran yang sangat luar biasa untuk kita ambil hikmahnya. Pertama, bukan perkara mudah untuk menjaga konsistensi niat dalam durasi waktu lama. Waktu 7 tahun saja sudah cukup lama, lantas bagaimana dengan mereka yang mampu bertahan dengan niat atau visi besarnya selama 28 tahun bahkan 46 tahun.
Pasti ada sangat banyak hambatan, rintangan, dan kesulitan yang harus dilalui untuk bisa bertahan melalui semua serangkaian peristiwa sepanjang waktu itu.
Kedua, mendedikasikan sesuatu yang berharga ketika hal itu sebenarnya tengah sangat dibutuhkan untuk hal lain juga bukan perkara gampang. Menyisihkan uang Rp 5.000,- sepintas mungkin terlihat kecil.
Namun ketika angka itu sudah semakin banyak terkumpul, dan jumlahnya terlihat semakin besar, bisa jadi godaan hadir untuk mempergunakannya. Mungkin untuk membeli barang-barang perlengkapan rumah, sepeda motor, untuk memperbaiki bangunan rumah, dan lain sebagainya.
Kemampuan bertahan terhadap godaan hasrat mempergunakan uang yang terkumpul adalah satu poin penting keberhasilan para calon jamaah haji ini. Ketiga, bermimpi besar di tengah-tengah situasi dan kondisi penuh keterbatasan sangatlah rentan mengundang cibiran atau ejekan.
Banyak orang akan berkata mereka yang bermimpi besar ini tidak jauh berbeda dengan orang gila. Mereka yang memiliki impian besar, tetapi tidak mampu bertahan terhadap cuitan negatif orang-orang di sekitarnya akan menemui kegagalan di tengah jalan. Begitu juga sebaliknya.