Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Nasihat-nasihat Penerang Hati dari Tembang Kesusastraan Jawa

Diperbarui: 5 Juli 2019   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kanjeng Sunan Kalijaga adalah salah satu pengajar tembang Jawa yang luar biasa (Sumber gambar : https://www.walisembilan.com)

Masyarakat jawa dikenal dengan kearifan dan kedalaman budayanya. Warisan budaya itu masih terus bertahan hingga sekarang. Salah satu diantara sekian banyak warisan budaya jawa adalah nembang. Orang-orang jawa itu suka sekali dengan nembang, sehingga tidak mengherankan ada begitu banyak tembang-tembang kuno jawa yang lahir dan bertahan sampai saat ini. 

Diantara tembang-tembang tersebut mungkin kita pernah mendengan beberapa diantaranya seperti Tembang Pocung, Tembang Maskumambang, Tembang Megatrus, Tembang Mijil, Tembang Kinanthi, Tembang Macapat, serta masih banyak lagi yang lain. Setiap tembang yang dibuat dan dilantunkan masyarakat jawa ini pada dasarnya memiliki makna filosifs yang sangat mendalam. Isi bahasanya penuh nasihat atau pitutur, bukan sembarang syair yang keluar tanpa arti. 

Tembang-tembang ini banyak diantaranya yang dibuat dan digubah oleh tokoh-tokoh besar masa lalu, diantaranya para sunan atau wali. Kanjeng Sunan Kalijaga merupakan salah satu diantaranya.  

Jika kita pernah mendengar lagu Ilir-ilir, itulah salah satu syair yang dibuat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Sepintas kata-katanya sederhana, namun memiliki makna yang sangat mendalam.

Kebudayaan jawa di masa lalu banyak sekali yang berbaur dengan ajaran-ajaran Islam yang dibawa para wali ke tanah jawa. Nembang merupakan salah satu kebudayaan yang mendapatkan pengaruh besar dari ajaran-ajaran Islam sehingga banyak tembang-tembang yang berisi tentang puji-pujian kepada Sang Pencipta. 

Puji-pujian ini banyak dilantunkan di musholla-musholla atau masjid-masjid selepas kumandang adzan dan sebelum iqomah dilantunkan, tujuannya waktu itu adalah sebagai bentuk "panggilan" kepada umar muslim yang tengah sibuk beraktivitas di sawah, kebun, dan sebagainya agar supaya lekas datang sholat berjamaah ke musholla atau masjid.

Nilai-nilai yang disampikan oleh tembang atau puji-pujian ini sarat dengan sesuatu yang berharga. Ada salah satu tembang yang hingga saat ini masih begitu melekat dalam ingatan saya karena isinya yang sangat luar biasa. Tembang ini memberikan sebuah nasihat tentang bagaimana cara untuk mendapatkan terang didalam hati (padange ati). Ada sebuah kiasan atau analogi yang dijadikan sebagai penggambaran beberapa hal menuju hati yang terang pada setiap diri manusia.

Iman

Iman digambarkan seperti batang pohon yang menopang tegak tidaknya akidah seseorang. Iman adalah dasar dari segala kebaikan. Ketika iman itu dibangun dengan luar biasa maka konsekuensinya juga akan demikian. Seseorang dengan keimanan yang kuat akan memiliki dedikasi yang besar terhadap apa yang diyakininya. 

Seperti halnya seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, Bilal bin Rabah, yang masih terus melafalkan "ahad, ahad, ahad" ditengah teriknya matahari sedangkan ia dindih batuh besar oleh majikan yang menginginkan agar ia meninggalkan keyakinannya saat itu. 

Namun kuatnya imam bilal mampu melawan panasnya padang pasir dan teriknya matahari. Keimanan yang besar kepada Sang Pencipta pula yang menjadikan Nabi Musa AS berani menantang kekejaman Firaun. Nabi Ibrahim AS tidak bergeming oleh ancaman Raja Namrud yang akan memanggangnya diatas bara api. Iman merupakan pondasi yang sangat berharga dibandingkan yang lain. Imam didefinisikan juga sebagai keyakinan atau kepercayaan. Jika keyakinan dan kepercayaan sudah ada maka hal-hal yang tampaknya mustahil dilakukan akan menjadi mungkin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline