Beberapa tahun lalu penulis pernah menjalani karir sebagai tenaga profesional di salah satu perusahaan manufaktur sebagai Management Trainee (MT). Layaknya seorang MT, penulis harus menjalani beberapa tahapan pelatihan sebelum akhirnya ditempatkan pada salah satu divisi perusahaan.
Sesuai dengan latar belakang penulis sebagai industrial engineer, maka perusahaan menempatkan pada divisi Production Planning and Inventory Control (PPIC). Atasan yang mengomandoi divisi PPIC waktu memberikan penugasan untuk concern dalam hal pengendalian inventori (inventory control) dalam rangka mendukung jalannya proses produksi.
Kebetulan pada saat itu di divisi PPIC sudah ada staff khusus yang melaksanakan fungsi kontrol inventori, sehingga bisa dikatakan penulis bertugas sebagai back up atau pemain cadangan yang mesti selalu siap tatkala pemain utama berhalangan. Tatkala menjalankan peranan ini, penulis teringat akan satu sosok yang luar biasa dalam mengawali karir profesionalnya sebagai pesepakbola.
Ricardo Izecson Santoes Leite atau Kaka mungkin adalah sosok pemain sepakbola fenomenal yang pernah aktif bermain. Sebelum era Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi menguasai penghargaan pemain terbaik dunia selama bertahun-tahun, Kaka adalah sosok terakhir yang memenanginya pada tahun 2007 silam dengan mengalahkan Ronaldo serta Messi sekaligus.
Kaka tidak memulai karir hebatnya di benua eropa sebagai pemain bintang andalan, melainkan sebagai anak baru yang hanya dimainkan pada beberapa menit terakhir sebelum pertandingan selesai.
Pada awal perjalanannya di tim salah satu tim paling hebat saat itu, AC Milan, Kaka mesti bersaing dengan pemain-pemain besar eropa seperti Rui Costa, Seedorf, Andrea Pirlo, dan sebagainya. Terlebih posisi Kaka sebagai playmaker yang merupakan ruh tim, sehingga mau tidak mau ia harus bersabar menunggu kesempatan bermain yang diberikan kepadanya.
Tentu bukan perkara mudah menggeser playmaker utama tim waktu itu, Rui Costa, yang bisa dibilang lebih berpengalaman dannsudah memiliki nama besar. Akan tetapi setiap kali ia mendapatkan kesempatan bermain, Kaka selalu berusaha menunjukkan performa terbaiknya. Bermain 2 atau 3 menit tidak menjadi masalah. Waktu yang sangat singkat adalah tantangan untuk unjuk kemampuan tentang siapa dirinya.
Terbukti, tidak sampai satu musim berlalu Kaka ternyata mampu memikat sang pelatih untuk memberinya kesempatan bermain lebih banyak. Dari setiap kesempatan yang ia dapatkan Kaka menunjukkan aksi luar biasa dan berkontribusi penting terhadap keberhasilan timnya.
Para Milanisti pasti mengingat betul siapa Ricardo Kaka dan bagaimana sepakterjangnya selama berkiprah di AC Milan. Dari awalnya bukan siapa-siapa kemudian menjelma menjadi sosok paling vital di tubuh tim. Buah dari kesabaran dan kerjakeras menjadi pembelajaran yang luar biasa bagi setiap orang yang ingin mendapatkan pencapaian terbaik dalam karir.
Semangat yang ditunjukkan Kaka menjadi keteladanan tersendiri saat itu bagi penulis. Bagaimanapun juga, menjalani karir pekerjaan tanpa kepastian posisi kerja memberikan rasa tidak nyaman. Sikap seorang Kaka menginspirasi penulis untuk bersabar menunggu kesempatan sembari tetap menunjukkan kinerja terbaik.