Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Perlukah "Pressure" dalam Pekerjaan?

Diperbarui: 13 Februari 2019   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketahanan diri menghadapi pressure seolah merupakan syarat wajib yang harus dimiliki oleh para applicant untuk mendapatkan posisi pekerjaan yang ia inginkan. (Sumber: guiatech.net)

Hampir dalam setiap iklan lowongan kerja yang ditawarkan melalui website penyedia lowongan kerja ataupun melalui brosur-brosur tawaran pekerjaan yang disebar oleh sebuah perusahaan, lembaga, isntansi, institusi, ataupun organisasi lainnya semuanya memiliki satu kesamaan atas satu kriteria, daya tahan menghadapi tekanan (pressure).

Ketahanan diri menghadapi pressure seolah merupakan syarat wajib yang harus dimiliki oleh para applicant untuk mendapatkan posisi pekerjaan yang ia inginkan. Apakah sedemikian pentingnya daya tahan diri menghadapi pressure ini diperlukan dalam menunjang eksistensi di dunia kerja?

Daya tahan diri menghadapi pressure yang ada di dalam setiap informasi lowongan kerja ini sebenarnya memiliki dua makna tersirat. Pertama, seseorang yang akan masuk di dunia kerja harus memiliki daya tahan diri yang baik dalam menghadapi segala situasi dan kondisi yang rentang mengundang stres, memicu emosi, dan penuh dengan hal-hal yang diluar prediksi.

Daya tahan diri atau endurance menghadapi tekanan yang dihasilkan dari suatu aktivitas kerja barangkali memang merupakan syarat mutlak untuk bisa bertahan dikancah persaingan yang semakin sengit seperti sekarang ini. Dengan begitu banyaknya aspek-aspek eksternal yang mempengaruhi situasi dan kondisi internal sebuah organisasi, maka cara terbaik tentu bukan bagaimana mengubah situasi eksternal yang ada dengan harapan agar sesuai dengan kondisi internal.

Sebaliknya justru hal-hal yang ada di lingkungan internal-lah yang harus bisa menyesuaikan diri dengan dinamika eksternal yang terjadi. Kondisi seperti ini sudah pasti melahirkan banyak konsekuensi, dan salah satunya adalah kemunculan pressure dalam melakukan suatu pekerjaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa daya tahan menghadapi pressure ini lebih merupakan bentuk adaptasi terhadap perubahan.

Sedangkan makna yang kedua adalah suatu organisasi yang seolah-olah ingin berkata kepada para applicant bahwa mereka merupakan sebuah perusahaan, instansi, lembaga, atau institusi yang memberikan banyak tekanan kepada orang-orang yang bekerja di dalamnya mulai dari level tertinggi hingga level paling bawah organisasi. Apabila ingin bergabung dalam komunitas ini maka para applicant tersebut harus bisa bertahan menerima tekanan dari berbagai sisi.

Untuk makna pertama terkait daya tahan menghadapi tekanan ini saya kira sebagian besar dari kita sepakat bahwa seseorang memang harus memiliki endurance yang baik. Terlebih untuk bisa menjaga eksistensi di tengah-tengah persaingan yang begitu sengit. Dalam hal ini ada orientasi untuk berfokus pada perbaikan diri sendiri (self improvement) atau meng-upgrade kemampuan diri.

Ada upaya adaptasi untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan yang begitu dinamis serta penuh ketidakpastian. Akan tetapi, untuk makna yang kedua terkesan ada unsur "menyengajakan" diri terkait adanya suatu tekanan di tempat kerja. Seolah-olah pekerjaan itu memang didesain penuh dengan tekanan bagi para pelakunya. Dan kemungkinan untuk bekerja tanpa pressure pun seakan hanyalah angan-angan semata.

Benarkah situasi seperti ini tetap dijaga keberlangsungannya? Apakah memang diperlukan keberadaan pressure untuk meningkatkan produktivitas kerja? Apakah sungguh-sungguh bermanfaat menjaga budaya kerja penuh pressure ini?

Otak Resistansi
Barangkali di antara kita sudah banyak yang sering mendengar istilah "The Power of Kepepet"? Istilah ini untuk menggambarkan kecenderungan seseorang yang seolah bekerja kesetanan tatkala dihadapkan situasi dan kondisi yang serba mendesak, kritis, deadline, dan tidak ada pilihan lain lagi.

Pada saat seseorang dihadapkan pada situasi berhasil atau gagal total tanpa adanya kemungkinan aman diantara dua pilihan tersebut, maka orang tersebut cenderung memiliki kemungkinan besar untuk berhasil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline