Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Rapuhnya Manusia di Balik Dinding Pabrik

Diperbarui: 14 Desember 2018   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Periode menjelang akhir tahun menyimpan begitu banyak cerita dan peristiwa. Sebagian orang membicarakan akan menghabiskan libur akhir tahun kemana, sebagian mulai terfokus dengan penyiapan resolusi tahun barunya, dan sebagian bersiap menyambut Natal. Dalam lingkup organisasi, periode menjelang akhir tahun adalah saat-saat dimana mereka harus mereview keseluruhan target dalam satu tahun kalender masehi. 

Beberapa perusahaan mungkin sudah merasa lega karena target tahunannya tercapai, beberapa perusahaan masih berjibaku hingga menit-menit akhir untuk meraih targetnya, dan beberapa yang lain mungkin sudah mengangkat bendera putih tanda menyerah. Dilain pihak, ada sekumpulan orang yang masih berjuang untuk memperbaiki taraf hidupnya, memperjuangkan kenaikan gajinya, atau mengupayakan penghasilan yang jauh lebih baik di tahun-tahun mendatang. Para buruh bersepakat untuk menuntut pendapatan yang lebih baik, Upah Minimum yang lebih baik di periode tahun yang baru.

Para anggota serikat buruh berorasi menyuarakan aspirasinya, delegasi perusahaan dipertemukan dengan para perwakilan serikat dengan menemukan kata sepakat terkait nominal uang yang kelak harus diberikan oleh pengusaha atau diterima para buruh sebagai upah hasil jerih payah menjalani pekerjaan mereka. Fenomena ini hampir selalu terjadi setiap tahun menjelang periode pergantian tahun. 

Sebuah hal yang kadang membingungakn ketika orang-orang yang berprofesi diluar buruh justru banyak berebut untuk mendapatkannya, melihat dan berekspektasi bahwa kehidupan akan lebih terjamin dengan adanya penghasilan bulanan yang pasti. Ditambah setiap tahun akan memperoleh penghasilan yang lebih baik lagi meski harus melalui sebuah periode diplomasi yang alot yang terkadang justru berimbas pada hilangnya mata pencaharian akibat beberapa perusahaan memilih hengkang karena merasa beban pengeluaran mereka terus meningkat. 

Peningkatan Upah Minimum pasti menjadi harapan segenap karyawan, terutama mereka yang berada pada jajaran struktur dasar suatu perusahaan. Meskipun kita semua tahu bahwa hal ini sebenarnya juga menyimpan dilema, khususnya bagi sebagian perusahaan dengan kemampuan finansial terbatas yang mana dengan meningkatnya Upah Minimum ini tentu saja menjadikan pengeluaran mereka meningkat, padahal omset mereka bisa jadi stagnan atau justru menurun di tengah situasi ekonomi yang masih belum terlalu kondusif. 

Banyak yang melihat bahwa keberadaan sebuah pabrik merupakan simbol dari baiknya kondisi ekonomi. Namun ternyata ada sosok-sosok yang rapuh dibalik kokohnya dinding pabrik itu. Karyawan yang rapuh dengan penghasilannya, dan manajemen yang rapuh dengan kondisi bisnisnya.  Kita hidup di sebuah era yang disebut pasar bebas namun kebenarannya adalah justru sebaliknya. 

Apa yang disebut dengan persaingan bebas itu merupakan sekat yang memberikan batasan-batasan tertentu terhadap segala aktivitas dari semua entitas dunia pabrik. Pada akhirnya hal ini melahirkan tekanan demi tekanan karena setiap individu menusia memiliki kepentingannya masing-masing. Sehingga fenomena-fenomena Pemutusan Hubungan Kerja, Pengunduran Diri, atau sejenisnya muncul di dunia pabrik. 

Bagaimanapun juga, kepentingan setiap orang adalah melakukan upaya minimal untuk mendapatkan hasil maksimal. Sehingga kepentingan manajemen perusahaan adalah bagaimana caranya agar cost menjadi seefisien mungkin, beberapa cara yang dilakukan adalah mengurangi jumlah tenaga kerja, atau beban biaya gaji karyawan yang tidak terlalu besar. 

Sebaliknya, di sisi pekerja mereka berharap bahwa beban kerja mereka tidak terlalu berat sembari berharap bahwa penghasilan mereka akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini bisa menjadi suatu paradoks apabila tidak ada kesepahaman yang baik diantara kedua belah pihak. Untuk menghilangkah sekat batasan yang menjadikan kedua belah pihak ini bersebrangan maka sekat itu harus dihilangkan. Tidak ada cara yang lebih baik selain silaturrahmi.

Silaturrahmi menjadi perekat dan penguat dari hati-hati yang rapuh. Antara pengusaha dengan pekerjanya terpisah jarak yang sangat jauh. Jarak yang ini telah menciptakan persepsi bahwa pengusaha dan pekerja berada di sisi yang bersebrangan, padahal sebenarnya tidak. Pengusaha dan karyawan justru harus berada pada satu gerbong yang sama, berada pada sisi yang sama, berada pada tim yang sama, dan berada pada satu keluarga yang sama. 

Semangat silaturrahmi ini adalah metode untuk menghidupkan dan mengobarkan semangat kekeluargaan dari suatu komunitas pabrik yang selama ini dikesankan tertutup, penuh rahasia, dan eksklusif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline