Lihat ke Halaman Asli

Perbedaan itu Rahmat, Benarkah?

Diperbarui: 2 Desember 2016   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika kita mendengar kata “perbedaan” atau “berbeda”, jujur saja pasti di dalam hati yang terdalam kita terdapat perasaan yang tidak nyaman. Itu wajar saja karena berbeda itu biasanya adalah sesuatu yang berlainan atau bahkan bertentangan dengan sesuatu yang ada di benak kita. Dan terkadang pula muncul dalam benak kita mengapa bisa berbeda dan apa alasan kok bisa terdapat perbedaan.

Seringkali kita mendengar istilah “Perbedaan itu Indah”, tapi apa pernah terbesit di pikiran kita apa sih keindahannya. Atau mungkin karena yang mengucapkan kata tersebut adalah seorang tokoh atau motivator maka kita langsung saja menerimanya. Dan terdapat juga hadis Nabi yang berbunyi,

اِخْتِلَافُ أُمَّتِيْ رَحْمَة

Perbedaan (pendapat) umatku adalah rahmat.

Sebagai manusia yang belajar kritis, mengenai hadis di atas kita perlu mengetahui kualitasnya terlebih dahulu agar tidak terjadi pendustaan yang mengatasnamakan nabi, walaupun kandungannya cukup baik. Menurut al-Sakhawi yang kemudian diikuti oleh al-Ajluni bahwa hadis dengan versi di atas adalah sebuah potongan dari hadis yang cukup panjang dan terdapat perbedaan redaksi yaitu,

... وَاخْتِلَافُ أَصْحَابِيْ لَكُمْ رَحْمَةٌ

… dan perbedaan (pendapat) para Sahabatku itu merupakan rahmat bagi kamu.

Sementara menurut al-Albani, hadis versi pertama bukan merupakan penggalan dari hadis versi kedua, melainkan masing-masing berdiri sendiri.

Hadis versi pertama diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya al-Risalah al-Asy’ariyah dan Nashr al-Maqdisi, dan semuanya tanpa sanad. Sementara hadis versi kedua diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya al-Madkhal, al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Kifayah fi ‘Ilm al-Riwayah, al-Dailami dan Ibn Asakir. Versi pertama hadis sebagaimana dituturkan di atas tidak memiliki sanad, jadi tidak dapat disebut sebagai hadis. Sedangkan pada versi kedua, hadis ini juga sangat lemah karena dalam sanadnya terdapat Sulaiman ibn Abi Karimah adalah perawi yang dhaif, juwaibir adalah matruk dan al-Dhahhak tidak pernah bertemu dengan Ibn Abbas jadi dihukumi munqati’.

Setelah mengetahui sanad hadis di atas dapat disimpulkan bahwa hadis di atas tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dikarenakan tidak memiliki sanad dan jika disamakan dengan hadis versi lain memiliki sanad yang sangat lemah dan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.

Menurut Ibn Hazm dalam kitabnya al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, setelah menegaskan bahwa ungkapan itu bukan hadis, beliau mengatakan bahwa ungkapan itu merupakan kata-kata yang paling buruk. Sebab, seandainya perbedaan pendapat itu merupakan rahmat, maka persatuan dan kesepakatan merupakan kemurkaan. Hal ini tentu tidak akan dikatakan oleh insan muslim manapun. Masalahnya, di dunia ini yang ada hanyalah persatuan atau perbedaan, rahmat atau kemungkaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline