Lihat ke Halaman Asli

Agillia Dian Anastasia

Mahasiswa Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital UNJ

Imposter Syndrome: Perasaan Insecure yang Menghantui Mahasiswa

Diperbarui: 20 April 2024   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.depositphotos.com 

Pernah gak sih kalian punya kemampuan di suatu bidang tertentu, tapi gak merasa percaya diri kalau bisa ngelakuin hal tersebut? Atau mungkin kalian punya teman yang pintar tapi sering merasa insecure? Nah, perasaan itu bisa disebut sebagai Imposter Syndrome. Melansir dari siloam hospitals, Imposter Syndrome merupakan gangguan psikologis yang membuat seseorang merasa tidak pantas atas kesuksesan atau pencapaian yang didapatkannya. Seseorang yang mengalami Imposter Syndrome akan merasa dirinya sebagai penipu karena tidak berhak mendapatkan penghargaan apapun. Lantas, apa yang harus kita lakukan jika mengalami syndrome tersebut?

Bukan Termasuk Penyakit Mental

Imposter Syndrome pertama kali dikenalkan oleh  Pauline Clance dan Suzzanne Imes yang merupakan seorang psikolog. Meskipun syndrome ini bukan termasuk kedalam penyakit mental, namun syndrome ini cukup sering ditemukan pada masyarakat, seperti mahasiswa. Mahasiswa yang mengalami Imposter Syndrome, biasanya mereka yang mendapatkan prestasi akademik maupun non akademik yang bagus. Selain itu, syndrome ini juga bisa dialami oleh mahasiswa yang baru saja lulus. Mereka merasa tidak pantas untuk masuk ke dalam dunia kerja karena merasa tidak mempunyai kemampuan yang cukup. 

Seberapa Penting Lingkungan Berpengaruh?

Melansir dari siloam hospital, syndrome ini memiliki beberapa faktor penyebab dan dampak yang dirasakan oleh orang yang memiliki syndrome tersebut. Faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami syndrome ini adalah mereka yang  tinggal di lingkungan kompetitif dan mendapatkan pola asuh dari orang tuanya yang lebih mengutamakan hasil daripada proses dari suatu pencapaian. Sedangkan dampak yang ditimbulkan adalah terganggunya kesehatan mental, bahkan berdampak pada menurunnya prestasi akademik. Mereka yang mengalami syndrome tersebut akan merasakan stress yang berlebihan bahkan depresi.

Oleh karena itu, jika dilihat dari faktor pencetusnya, mahasiswa seringkali dituntut untuk mencapai suatu standar yang tinggi sesuai ekspektasi di lingkungan sekitar mereka. Persaingan tersebut dapat meningkatkan perasaan tidak percaya diri. Kurangnya rasa percaya diri pada  mahasiswa dapat menutup potensi yang mereka miliki. Sehingga mereka takut jika orang lain mempunyai ekspektasi yang tinggi kepada dirinya. Pola asuh dari lingkungan tempat tinggal mereka juga sangat berperan penting dalam membentuk karakter mahasiswa supaya merasa percaya diri atas kemampuan yang mereka miliki. 

Apakah Media Sosial Juga Berpengaruh?

Pembentukan karakter dan pola pikir yang dimiliki oleh mahasiswa tidak hanya berasal dari orang tua dan lingkungan kampus mereka, melainkan dapat berasal dari media sosial. Media sosial dapat menurunkan kepercayaan diri seseorang jika mereka melihat orang lain membagikan prestasi yang dimiliki melalui media sosial. Mereka akan merasa insecure dan merasa dirinya tertinggal dari orang lain. Padahal dirinya sendiri juga memiliki segudang prestasi yang membanggakan. 

Lantas, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Namun, buat kalian yang merasakan gejala dari syndrome tersebut gak usah khawatir, karena bisa diatasi. Cara mengatasinya yaitu dengan mengubah pola pikir bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini, bercerita dengan orang terdekat, memberikan penghargaan pada diri sendiri, mengontrol pikiran negatif, dan mulai mengenali kemampuan diri sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline