Lihat ke Halaman Asli

Ganjar, Peduli Kendeng?

Diperbarui: 9 Oktober 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rekaman diskusi gayeng Kongres Sungai 2015 di Banjarnegara Ganjar Pranowo "ngrasani" kasus semen di Rembang  Diskusi tersebut bisa diunduh melalui You Tube https://www.youtube.com/watch?v=-ITIrlkdxPA. Dalam diskusinya Ganjar mengatakan bahwa, "…temen - temen yang di tenda nggak ada yang punya tanah di sana, saya sudah di sana, saya sudah ketemu, anda boleh punya data yang saya punya....bla bla bla...". Ganjar mungkin saja benar mereka tidak punya tanah, bisa jadi salah karena tanah yang mereka garap bisa saja masih atas nama orang tua atau orang lain yang tidak mau menjual tanahnya atau tidak mau terkena dampaknya.

Seandainya benar mereka tidak punya tanah, mereka tetap berhak untuk menolak keberadaan pabrik semen, karena memang banyak sekali alasannya, mereka tidak menginginkan adanya polusi dan bencana menimpa desanya, karena jarak desa dan lokasi penambangan berdekatan dengan perkampungan

Penambangan karst, baik itu tua atau muda, akan sangat berdampak langsung, angin akan membawa debu karst menghinggapi tanaman di sekitarnya, karst yang dipenggal akan mengurangi daya serap air, sehingga hujan bisa langsung menggelontor ke bawah di perkampungan di sekitar bukit tersebut.

Jika memang yang disyaratkan pendemo di sana harus punya tanah, bagaimana dengan yang di Rembang, mahasiswa di luar Rembang? Apakah masyarakat lain tidak boleh menolak? Bumi ini satu ngGer, jadi kalau belahan lain dirusak, yang lain ikut sakit, prihatin.
Hal lain yang membuat masyarakat Rembang ikut menolak adalah faktor kebutuhan minum masyarakat Rembang yang disuplai air dari Pegunungan Kendeng ini, jadi wajar bila masyarakat Rembang juga menolak pembangunan pabrik semen di Gunem.

Ganjar sepertinya juga tidak paham dengan kondisi perbedaan karst Tuban yang sudah ditambang dengan karst Rembang, meskipun dia menyatakan bahwa dia itu Ketua Mapala UGM. Karst Tuban menambang dengan cara menggali ke bawah, sehingga benar akan terjadi lubang besar yang bekasnya bisa dijadikan tandon air untuk pertanian sekitarnya.

Sedangkan tambang di Rembang dengan menghancurkan bukit karst, padahal bukit bukit ini yang menyerap air kemudian mengalir ke bawah secara alami mengairi sawah sawah di sekitarnya termasuk di Blora, sehingga bila bukit ini ditambang, maka aliran dan filter alami ini akan rusak juga punah. Tidak bisa dibayangkan, kebutuhan PDAM Rembang dan pengairan sawah bersumber dari sini, maka siap2lah kesulitan air di kemudian hari, meski sekarangpun air juga sudah sulit karena PDAM menggilir suplai air di berbagai daerah.

Ganjar juga menanggapi tentang film Samin Vs Semen dikatakan bahwa "tidak ada Samin di sana (Gunem)...." dengan nada sedikit mbengok untuk menyakinkan audien.. Saya jadi bertanya apakah Ganjar pernah mendeteksi atau melaboratkan darah orang orang Gunem atau Rembang sehingga tahu betul bahwa tidak ada turunan Samin di Gunem, apakah orang orang Gunem pernah di-dna-kan?! Perlu anda ketahui, Gunem - Blora bisa ditempuh kurang dari satu hari jalan kaki karena jaraknya hanya kurang dari 30km. Sementara masyarakat Samin dan masyarakat Gunem hidup di satu pegunungan, yaitu KENDENG. Jadi bukan tidak mungkin Samin juga hidup di Gunem.

Film Samin Vs Semen hanya untuk menggambarkan bahwa memang di Pati ada keturunan Samin, karena memang berdasar kenyataan bahwa seorang Gun Retno yang (dianggap) samin memang menolak pendirian pabrik semen, jadi sudah benar bahwa samin yang diwakili Gun Retno seperti apa adanya berjuang menolak pabrik semen. Lantas apa harus menjadi keturunan Samin untuk menolak pendirian pabrik semen. Lalu apa mereka juga harus membuktikan bahwa mereka keturunan  Samin. Ojo-ojo gubernure melu samin?

Terkait dengan permintaan rakyat Rembang untuk mencabut ijin lingkungan,  Ganjar merasa tidak enak karena bila sesuatu yang sudah diputuskan harus dicabut kembali, “Saya mencabut itupun potensi digugat, gugatable itu namanya”. Dari pernyataannya ini jelas bahwa Ganjar lebih baik digugat rakyat daripada digugat korporat. Dulu sewaktu awal-awal penolak pabrik semen berkesempatan ketemu Ganjar di kantor propinsi, dia hanya menyarankan untuk digugat di PTUN saja, sekarang menyalahkan lawyer masyarakat karena tidak meminta putusan sela agar pabriknya dihentikan.

Sekali lagi Ganjar membiarkan rakyatnya terjerumus atau memang dijerumuskan, kenapa tidak dari dulu menyarankan untuk pengajuan putusan sela sehingga tidak berlarut larut hingga kini.

Tentang kondisi bumi Rembang yang “lorek-lorek” sesuai citra satelit karena banyaknya penambangan, Ganjar ditantang rakyat untuk bisa menghentikan penambangan, bukannya kita yang harus menulis “surat cinta” kepada para penambang untuk menghentikan kegiatannya semenjak 1971. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline