Lihat ke Halaman Asli

Saya, Ibu, dan Cerita-cerita Kecil

Diperbarui: 31 Desember 2020   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Jika ada do’a dan harapan yang tidak terkabul, mungkin itu adalah do’a dan harapan sebagian besar orang di penghujung tahun 2019 kemarin. Nampaknya 2020 sungguh tidak bersahabat dan saya enggan untuk berharap banyak pada 2021 yang akan kita lalui beberapa hari lagi.

Meski demikian, tak ubahnya seperti mengira bahwa semua sumur akan kering kerontang ketika musim panas berkepanjangan, padahal kita belum memeriksa dasar sumur yang gelap tersebut.

Ia tidak kering kerontang jika masih ada setetes air. Dan jika ada setetes air itu, saya masih berharap ia lah yang dapat membasuh jiwa yang terkuras habis tahun ini.

Saya adalah satu dari sekian juta orang di negara ini yang semakin sering mimpi buruk karena dihantui dengan kalimat “Besok akan makan apa?” atau “Apakah tabungan ini akan cukup untuk beberapa bulan?”

Terdengar berlebihan namun itu lah yang saya lalui sebagai orang yang bekerja di bidang jasa pariwisata. Mungkin kabar baiknya adalah, setidaknya saya dan mungkin jutaan orang lainnya sudah terbiasa hari-hari ini meski kadang hampir terpeleset ke jurang di tepian yang semakin licin ini.

Saya memutuskan pulang. Hal yang jauh dari mimpi seingat saya bagi seorang rantau yang masih bersikeras untuk teguh pada motto “Pantang pulang sebelum sukses!” Tidak sepenuhnya buruk atau mungkin sebaliknya. Hal-hal yang sebelumnya menjadi sebuah keistimewaan sekarang mewujud dalam keseharian seperti melihat Ibu.

Ada banyak hal berubah di luar pemahaman dan perkiraan kita terlebih dalam situasi seperti ini. Belum lagi di usia yang mengutuk Anda untuk sering-sering olahraga karena nyeri tulang belakang.

Di jedah panjang hari kerja sebagai serabutan, saya bersama Ibu menyibukkan diri untuk merawat tanah sepetak belakang rumah yang sekarang kami olah menjadi kebun. Lagi-lagi hal yang jauh dari perkiraan untuk saya lakukan.

“Yahh.. akhirnya bersih juga halaman belakang. Sebenernya Ibu pengen bersihin dari dulu, tapi Ibu takut banget sama ulat Le. Bukan karena gatelnya, tapi bulunya itu loh hiihh..,” ujar Ibu, sembari menggigil geli mengingat terakhir kali Ia bertemu dengan ulat.

“Mending ketemu atau dirambatin Ular atau Biawak deh, Ibu masih berani,” imbuhnya.

 “Dari semua orang di kampung ini, sepertinya cuma Ibu yang nekat ngebandingin itu,” jawab saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline