Lihat ke Halaman Asli

Aghnia FarrassyaniaAzhar

Early Childhood Education

Analisis Isu Bermain Anak Usia Dini di Masa Pandemi Covid-19

Diperbarui: 10 Juni 2021   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak diumumkannya kasus Covid-19 pertama kali di Indonesia, sebagian besar sekolah terutama yang berada di kota-kota besar memutuskan untuk memberlakukan BDR (Belajar Dari Rumah) sebagai salah satu upaya pencegahan meluasnya penularan virus tersebut. Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu jenjang sekolah yang ikut memberlakukan BDR kepada para siswanya. Hingga tidak terasa sudah satu tahun berlalu, sampai saat ini anak-anak masih harus belajar dari rumah hingga timbul berbagai hal yang mereka tunjukan sebagai dampak dari BDR akibat pademi Covid-19 yang belum juga mereda.


Salah satu dampak Covid-19 pada anak usia dini yang paling terasa adalah pada kegiatan bermainnya. Dari hasil pengamatan dan wawancara singkat dengan seorang ibu yang memiliki anak usia dini, pandemi covid-19 membuat ruang gerak bermain anak menjadi terbatas. Sebelum adanya pandemi, sehari-hari anak tersebut beraktifitas di sekolah dengan segala fasilitas bermain yang ada, terutama permainan outdoor. Tidak cukup bermain di sekolah, hampir setiap akhir pekan orangtua tersebut selalu membawa anaknya untuk bermain di playground. Namun ketika pandemi, mau tidak mau anak harus memuaskan hasrat bermainnya di rumah dengan ruang yang terbatas. Selain itu, karena kekhawatiran terpapar virus, rutinitas pergi ke playground di akhir pekan pun tidak lagi dilakukan.

 
Perubahan pada rutinitas bermain tersebut mengakibatkan ketidakpuasan bermain dalam diri anak. Hal tersebut menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru yang sebelumnya tidak pernah ditunjukan seperti tidur larut malam, menurunnya nafsu makan, hingga yang paling kentara adalah mood anak yang menjadi lebih sensitif , mudah 'cranky' dan 'rewel' dari biasanya. Sejalan dengan wawancara yang dilakukan, penelitian yang dilakukan oleh Tabi'in (2020) juga menunjukan perilaku negative anak yang tidak jauh berbeda selama stay at home dimana anak cenderung menunjukan masalah seperti stress, sensitifitas meninggi, temper-tantrum, kurang mandiri, dan gangguan perilaku. Tingkah laku temper-tantrum bisa ditandai dengan ketika anak menangis dengan keras hingga berteriak, menjerit, memukul bahkan tidak jarang dengan aktivitas fisik seperti menendang, menggigit, memukul, hingga mencakar (Hayes, 2003). Selain itu, ada juga orangtua yang merasa kesulitan membagi perhatian antara anak dan pekerjaan sehingga referensi aktivitas bermain anakpun menjadi terbatas (Gusman & Khadija, 2020). Hal tersebutlah yang membuat anak menjadi semakin jenuh dan bosan.


Dari pemaparan isu bermain selama pandemi diatas, ketidak puasan bermain pada anak  dapat dikaitkan dengan salah satu teori klasik bermain 'Surplus Energy' yang dicetuskan oleh Herbert Spencer. Spencer (1873) berpendapat bahwa aktivitas bermain merupakan cara anak untuk menyalurkan energi yang berlebih dalam diri anak. 'Surplus energy' merupakan kelebihan energi yang diakibatkan dari perubahan fisiologis saat tubuh sedang istirahat atau berdiam diri (tidak banyak melakukan kegiatan fisik). Pada anak perubahan fisiologis tersebut bisa terjadi ketika mereka sedang tidur, makan, dan melakukan kegiatan sekolah. Kelebihan energy inilah yang perlu dikeluarkan. Pada anak-anak cara untuk mengeluarkan kelebihan energi tersebut adalah dengan cara bermain. Penyaluran energi dengan bermain dinilai penting dan bermanfaat untuk membebaskan anak dari perasaan sedih dan tertekan (Knoers, F.J. Monks & Haditono, 2016)


Dampak yang akan terjadi ketika anak tidak bebas dalam menyalurkan energi berlebihnya adalah timbulnya kegelisahan pada diri anak yang biasa ditimbulkan dengan temper-tantrum, perilaku negatif, hingga kegelisahan saat tidur yang membuat waktu istirahat anak menjadi berkurang dan terganggu, hingga berkurangnya daya konsentrasi yang menyebabkan anak sulit mengikuti pembelajaran dan kegiatan yang diberikan guru dari sekolah (Pellegrini & Smith, 1993). Sehingga untuk menghindari hal-hal diatas, diperlukan strategi untuk menngurangi dampak negatif dari permasalahan tersebut. Solusi/ strategi program yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi solusi isu bermain diatas adalah dengan; Menyewa alat permainan untuk di rumah. Saat ini sudah banyak tempat penyewaan alat bermain anak, mulai dari permainan indoor hingga outdoor dengan harga yang relatif murah. Sewa alat permainan ini bisa menjadi solusi untuk menyalurkan energi anak yang biasa terpuaskan dengan permainan outdoor di sekolah, juga membantu perkembangannya terutama pada aspek motorik. Sewa alat permainan juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi kejenuhan anak pada alat permainan yang terbatas karena bisa menyewa mainan yang berbeda setiap bulannya. Orangtua pun tidak kesulitan lagi untuk mencari referensi permainan untuk anak. Ajak anak keluar rumah sesekali dengan proteksi kesehatan. Ajak anak untuk sekedar ikut ayahnya mencuci mobil, berkeliling menggunakan mobil/motor, bersepeda depan rumah, atau jalan jalan sore ketika tidak terlalu banyak orang beraktivitas di luar rumah

Kedua program diatas bisa menjadi pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan isu bermain pada anak saat masa pandemi. Tidak lupa selama kegiatan bermain anak, orangtua juga perlu memberikan kontrol dan pengawasan. Kegiatan bermain anak yang tidak dikontrol dinilai hanya akan menjadi kegiatan pengisi waktu luang saja, tanpa mengembangkan aspek perkembangannya (Sujiono, 2013). Hindari juga menjadikan kejenuhan anak sebagai alasan untuk membebaskan anak bermain gadget tanpa batasan waktu. Berikan juga contoh yang baik untuk anak dengan tidak memainkan gadget pada saat bermain dengan anak (Wulansari, 2017)

REFERENSI
Gusman M, Khadija. (2020). Pola Kerjasama Guru dan Orangtua Mengelola Bermain AUD Selama Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kumara Cendekia, 8(2).
Hayes, E. (2003). Tantrum: Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi Anak. Jakarta: Erlangga
Kurniati E, Alfaeni, Andriani. (2021). Analisis Peran Orangtua dalam Mendampingi Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 241-256
Knoers, F.J. Monks, A., & Haditono, S. R. (2016). Psikologi Perkembangan; Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Gadjah Mada Press.
Lubis, Hasibuan, dkk. (2020). Model-Model Permainan AUD di Rumah (Studi Deskriptif di TK Aisyiyah KP Dadap Selama Masa Pandemi Covid-19). Jurnal Kumara Cendekia, 8(3)
Pellegrini A, Davis P. (1993). Relations Between Children's Playground and Classroom Behaviour. British Journal of Educational Psychology, 63, 88-95
Pellegrini A, Smith P. (1993). School recess: Implications For Education and Development, Review of Education Research, 63, 51-67
Rohayani, Farida. (2020). Menjawab Problematika Yang Dihadapi Anak Usia Dini di Masa Pandemi Covid-19. Qawwam: Journal For Gender Mainstreaming, 14(1), 29-50
Tabi'in, Ahmad. (2020.) Problematika Stay at Home Pada Anak Usia Dini di Tengah Pandemi Covid 19. Jurnal Golden Age, Universitas Hamzanwadi, 4(1), 190-200
Utoyo S, Ismaniar. (2020). 'Mirror of Effect" dalam Perkembangan Perilaku Anak pada Masa Pandemi Covid-19'. DIKLUS: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 2(4)
Sujiyono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan AUD. Jakarta: Indeks
Spencer, Herbert.(1873). The Principles of Psychology, Vol 2 New York: Appleton
Wulansari (2017). Didiklah Anak Sesuai Zamannya. Jakarta: PT. Visimedia Pustaka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline