Lihat ke Halaman Asli

Sikap Tawashut dalam Menghadapi Isu Kesehatan Mental

Diperbarui: 4 Oktober 2023   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum menulis panjang lebar, izinkan saya untuk disclaimer terlebih dahulu agar pembaca tidak terburu-buru menganggap saya tidak memiliki sifat empati. Saya ingin mengungkapkan kegelisahan saya yang sedikit blak-blakan ini, bahwa saya nggak habis thinking dengan banyaknya postingan-postingan di media sosial yang menjerumus kearah sadfishing dan postingan istilah-istilah psikologi dari orang ngawur yang asal comot dari google.

Hal-hal tersebut bisa berdampak buruk pada diri sendiri maupun orang lain, karena akan menyebabkan kita sembrono dalam menghadapi suatu hal tentang gangguan mental. Disisi lain orang yang mengkonsumsi postingan-postingan tersebut juga akan terkena imbasnya, ia bisa menciptakan generasi yang inyah-inyih (gampang mengeluh), karena mendapat informasi tentang psikologi dari sumber yang ngawur.

Self Diagnose yang Sembrono dan Stigma Jadul Pergi ke Psikolog

Selain resiko diatas, kegelisahan ini saya rasa bukan tanpa alasan atau tidak ber-empati dengan mental health issue, karena jika hal-hal tersebut dibiarkan, takutnya akan menciptakan habbit baru, yaitu kebiasaan orang-orang melakukan self diagnose secara sembrono.

Sebagai pengingat, self diagnose adalah upaya mandiri mendiagnosa kesehatan (dalam hal ini kesehatan mental) dengan cara mencocokkan keadaan yang sedang dialami dengan informasi tentang psikologi dari sumber-sumber yang tidak akurat.

Self diagnose yang sembrono tersebut ditakutkan malah membahayakan dirinya sendiri, karena jika diagnosanya salah otomatis penanganannya juga ikut salah, dan bisa memicu gangguan kesehatan mental yang lebih parah.

"Ya lalu bagaimana? Ke psikolog itu mahal dan ngisin-ngisini je".

Kalau boleh saya menyebut, itu semua alasan kuno. Seiring berkembangnya zaman, kedua alasan tersebut seharusnya sudah lenyap dari muka bumi ini.

Terkait anggapan tentang ke Psikolog itu mahal, coba browsing, sekarang pemerintah sudah memberikan jalan bagi masyarakat yang memiliki gangguan mental tapi tidak punya uang untuk ke psikolog, BPJS Kesehatan sekarang bisa digunakan untuk konseling ke psikolog. Jadi selama anda tercatat sebagai peserta BPJS aktif, BPJS anda bisa dimanfaatkan dengan gratis di rumah sakit terdekat yang membuka layanan konseling gangguan mental. Atau kalau tidak, anda bisa konsultasi ke psikolog lewat online, sekarang banyak psikolog yang membuka jasa konsultasi terkait kesehatan mental lewat online, dan pastinya biayanya lebih murah.

Yang kedua, walaupun di zaman sekarang anak muda sudah banyak yang melek tentang pentingnya Kesehatan mental, tapi tidak bisa dipungkiri masih ada yang menyepelekannya bahkan menganggapnya sebagai aib yang memalukan.

Hey orang-orang yang menyepelekan dan menganggap aib gangguan mental, tolonglah, upgrade cara berfikir anda. Tegaskan pada diri anda bahwa gangguan mental itu bukan aib!, ia sama dengan penyakit fisik yang perlu dijaga dan ditangani. Kalau kita memiliki penyakit fisik berani ke dokter, kenapa kalau memiliki gangguan mental kita harus takut ke psikolog?. Nggak perlu malu ke psikolog, nggak perlu takut cerita anda kesebar, karena antara psikolog/konselor dengan pasien setau saya memiliki asas kerahasiaan, cerita apapun yang anda ceritakan pada psikolog tidak akan sampai menyebar ke orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline