Lihat ke Halaman Asli

Agus Hendri

Skill in the muisc, planting, class and beyond

Mengajar dengan Video Apakah Metode yang Baik?

Diperbarui: 28 Agustus 2020   23:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Mengajar di pulau terluar dan terdepan tak selamanya penuh keterbatasan. Di sebuah pulau kecil yang panjangnya tidak lebih 500 meter dan lebar 200 meter, terkenal memiliki pelabuhan alam alami.

Itulah pulau Sambu, pulau yang pernah dikuasai Belanda sejak tahun 1897. Sejak 1927 oleh Belanda digunakan sebagai tempat jual dan storage minyak di selat Malaka. Sepelemparan batu (45 menit) dari negara Singapura. 

Di sini saya punya pengalaman mengajar dengan bantuan video tutorial secara klasikal atas permintaan orang tua. Murid yang saya ajar ketika itu berjumlah 12 orang. Kemampuan mereka merata karena berasal dari karyawan Pertamina.

Pastilah tidak disangsikan kesadaran orang tua mereka terhadap pendidikan terbaik buat anak-anaknya. Semula lancar dan antusias, lama kelamaan karena menyuruh video terus mengajar, murid pun kelihatan bosan dan jenuh, guru juga tak bisa istirahat karena harus mendampingi anak menonton. Akhirnya  murid dan educationist (baca:guru) sama-sama terjebak rutinitas monoton.

Lain kisah saat bertugas di sebuah sekolah lain. Awalnya saya begitu semangat mengunduh aneka video pembelajaran  dari sebuah media sosial video terkemuka, kemudian 'membakarnya' menjadi format DVD dengan harapan mudah dibuka di komputer atau DVD player murid di rumah. Lengkap, materinya untuk semua mata pelajaran.

Isi video dan plotnya sangat bagus. Video tutorial yang disajikan oleh tutor yang fasih, terlatih, dan berpengalaman menjelaskan secara urut, detail,  terpadu, dan interaktif. Dilengkapi animasi, tulisan bergerak sebagai penguat penjelasan. Saya pikir, pastilah hebat buat murid-murid saya.

Setelah segala sesuatu disiapkan, termasuk tugas apa yang hendak dilakukan saat menonton, murid-murid mulai mendengarkan dan mengikuti video tutorial dengan segenap arahan. Saya pun  berharap bisa duduk manis, sejenak bisa melepas lelah 'bercuap-cuap' melulu mentransfer pengetahuan dengan ceramah.

Tetapi ternyata anak-anak hanya fokus dengan baik selama sekitar 15 menit pertama. Setelah itu, ada saja tingkah laku anak yang berkesulitan belajar, ada yang lirik sana sini seperti tak tertarik, bicara dengan temannya, sampai hanya satu anak yang mau fokus. Kelas pun kembali gaduh.

Lain waktu masing-masing anak pun dibekali DVD pembelajaran agar ditonton melalui DVD player di rumah. Bagi anak-anak yang cara belajarnya audiovisual merespon dengan baik. Tetapi tidak bagi anak non audiovisual.

Baginya ilmu dari teks adalah yang terbaik. Lebih cepat dan hemat waktu karena bacaan yang sudah dimengerti dapat dilewatkan. Kalau menonton dan mendengar video, harus memfokuskan semua panca indra dalam satu waktu. Itu sangat  melelahkan bagi mereka yang non audio.

Satu arah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline