Lihat ke Halaman Asli

Naila

Mahasiswa Polkesbaya Magetan Prodi Kesling

Kesehatan Udara dan Hubungannya dengan Kesehatan Manusia

Diperbarui: 8 September 2024   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Lingkungan tempat tinggal kita memainkan peran penting dalam kesehatan fisik, mental, dan sosial manusia, sementara lingkungan yang tercemar dapat memicu berbagai masalah kesehatan yang serius. Amsyari (1989) membagi lingkungan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah lingkungan fisik. Lingkungan fisik berarti semua hal yang terdapat di sekitar manusia, yang lebih sering kita kenal berwujud benda mati seperti udara, air, cahaya, batu, dan sebagainya, yang dapat mempengaruhi indra dan perasaan kita sebagai manusia.

Kelompok kedua adalah lingkungan biologis. Lingkungan biologis dalam hal ini adalah semua unsur yang hidup dan bergerak yang ada di sekitar manusia, yang berupa organisme hidup seperti tumbuh-tumbuhan seperti pohon dan hewan seperti unggas, burung, dan mamalia. Kelompok ketiga adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah sekelompok manusia yang tinggal dan hidup bersama dalam suatu lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan sosial inilah manusia satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan berkomunikasi menciptakan sebuah masyarakat.

Lingkungan fisik yang berupa benda mati seperti udara sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Udara didefinisikan sebagai campuran berbagai macam gas yang melingkupi seluruh bumi, yang terdiri dari berbagai macam komponen seperti nitrogen sekitar 78%, oksigen sekitar 21%, dan kandungan gas lainnya. Sedangkan kualitas udara atau air quality adalah kadar kandungan udara yang didasarkan pada seberapa bersih atau seberapa kotornya udara di lokasi tertentu. Dari website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (iku.menlhk.go.id), untuk mengukur kualitas udara di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pengolahan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya. Dalam Surat Keputusan tersebut dijelaskan bahwa terdapat 5 parameter dalam mengukur Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), yaitu Partikulat PM10, Karbon Monoksida atau biasa disebut sebagai CO, Sulfur Dioksida yang biasa dikenal dengan CO2, Nitrogen Dioksida atau disimbolkan dengan NO2, dan Ozon atau O3. ISPU terbagi ke dalam 5 kategori yaitu tingkatan tertinggi adalah bernilai Baik dalam artian tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika. Tingkatan kedua adalah Sedang dimana tingkat kualitas udara yang berada di sekitar kita tidak memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan manusia atau hewan yang berada di sekitarnya, tapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika. Tingkatan ketiga adalah Tidak Sehat adalah tingkat kualitas udara memberikan efek merugikan bagi kesehatan manusia atau kelompok hewan yang sensitif dan bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika. Tingkatan keempat adalah Sangat Tidak Sehat yaitu tingkat kualitas udara bersifat sangat merugikan kesehatan pada populasi yang terpapar, dan tingkatan yang paling berbahaya yang memiliki tingkat kualitas udara yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Udara yang sehat memiliki hubungan yang erat dengan bagi kesehatan manusia, ditinjau dari segi fisik dan mental. Ada berbagai dampak negatif yang bisa dihasilkan dari pencemaran udara diantaranya adalah terganggunya kesehatan makhluk hidup, terjadinya kerusakan lingkungan dan ekosistem, serta meningkatnya kemungkinan terjadinya hujan asam. Pada 2018, di Jakarta rata-rata terjadi 40 hari yang masuk ke dalam kategori sangat tidak sehat (kategori keempat), dengan wilayah Jagakarsa merupakan wilayah yang paling lama terdampak kategori tidak sehat mencapai 64 hari1. Tentunya kondisi udara yang sangat tidak sehat ini akan berdampak pada kesehatan pada manusia akan menjadi sangat terganggu akibat udara yang tercemar yang masuk ke dalam paru-paru yang bisa mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, paru-paru, bahkan hingga penyakit jantung dan juga sebagai pemicu terjadinya kanker yang tentunya sangat berbahaya bahkan mematikan. Udara yang tercemar jika masuk ke dalam saluran pernapasan hingga ke paru-paru, akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan di dalamnya, dampak lebih jauhnya adalah bisa mengakibatkan berbagai gangguan pernapasan seperti asma, emfisema, infeksi saluran pernapasan,  dan penyakit paru kronis seperti bronkhitis kronis. Udara yang tercemar juga akan meningkatkan resiko munculnya penyakit yang terkait dengan peredaran darah, yang lebih jauh lagi akan meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Polusi udara juga akan meningkatkan resiko penyakit yang berhubungan dengan fungsi otak seperti Alzheimer, demensia, dan Parkinson.

Selanjutnya efek yang bisa ditimbulkan pada lingkungan ekosistem adalah kerusakan lingkungan ekosistem tempat tinggal berbagai macam makhluk hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kerusakan lingkungan dan ekosistem salah satunya disebabkan oleh hujan asam. Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan polutan dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara dan keduanya bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sulfur dioksida dan nitrogen dioksida dan turun dalam bentuk hujan. Lebih jauh lagi, hujan asam dapat menyebabkan kerusakan tanah karena tanah akan menjadi bersifat asam. Peningkatan kadar nitrogen yang terbawa dalam air hujan dan meresap ke dalam tanah dan air akan menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air yang sifatnya ekspansif dan merusak seperti alga menjadi tidak terkendali, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perairan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya.

Banyak cara sederhana yang dapat dilakukan oleh kita sebagai manusia untuk menjaga lingkungan di sekitar kita. Tidak membuang sampah sembarangan baik di jalan maupun di sungai dan tempat-tempat umum, melakukan penghijauan dan reboisasi pohon-pohon dan tumbuhan dimulai dari sekitar rumah, jalan, dan lahan kosong, adalah salah satu dari sekian banyak cara dalam menjaga lingkungan tetap asri. Dengan adanya penghijauan tersebut diharapkan dapat menghasilkan udara yang bersih dan segar, serta dapat membantu mengurangi efek dari pencemaran udara, karena sifat tumbuhan yang menyerap polutan berbahaya bagi makhluk hidup seperti manusia dan hewan. Tentunya dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan asri tersebut perlu adanya kesadaran bagi semua pihak baik itu masyarakat maupun pemerintah agar kita dapat bersama-sama menjaga dan mengatasi pencemaran udara di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline