Lihat ke Halaman Asli

Ageng Yudhapratama

Pengangguran profesional

Visi Non-Motorized Transportation untuk Jogja

Diperbarui: 6 September 2020   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Becak dan sepeda melintas di Jl. Malioboro (Foto: Tribun Jogja/Wahyu Setiawan Nugroho)

Non-motorized transportation (NMT) adalah pendekatan baru yang cocok diterapkan untuk mengurai masalah transportasi di Jogja. Sesuai namanya, NMT mengandalkan moda transportasi seperti sepeda dan berjalan kaki dalam sistem utama transportasi kota. 

Sedangkan jenis transportasi lainnya asalkan tidak bermesin (misal: dokar atau becak), juga bisa masuk hitungan sebagai NMT. Adapun transportasi umum yang menggunakan mesin dimanfaatkan menjadi sistem pendukung.

Lantas kenapa pendekatan ini saya pandang cocok untuk Jogja? Karena pendekatan ini lebih banyak fokus ke kultur daripada infrastruktur. 

Pendekatan Kultur

Pendekatan ini bisa dibilang baru buat banyak kota di negara berkembang. Walau demikian kultur ini sama sekali bukan hal baru buat Jogja. Jauh sebelum akrab dengan kemacetan, Jogja sudah cukup lama pernah menerapkan kultur NMT ini.

Memang Jogja tidak memakai label NMT yang mentereng dan keminggris. Kultur ini diperkenalkan oleh Herry Zudianto ketika menjabat sebagai wali kota (2001-2011). Waktu itu kultur NMT Jogja dikemas dengan istilah yang sangat njogjani: "Sego Segawe". SEpeda kangGO SEkolah lan nyambut GAWE. (baca: Sepeda untuk bersekolah dan bekerja.)

Dengan semangat untuk menggiatkan Sego Segawe ini, Jogja mulai punya infrastruktur jalur sepeda di sisi kiri-kanan jalan, ruang tunggu sepeda di tiap bangjo, hingga papan petunjuk arah jalan pintas khusus sepeda di seluruh penjuru kota. 

Secara kultural, PNS balai kota setiap Jumat juga diwajibkan bersepeda/berjalan kaki untuk datang/pulang kantor (dan kendaraan bermotor dilarang parkir di kompleks balai kota pada hari tersebut). 

Mulai tumbuh pula gerakan Jogja Last Friday Ride (JLFR). Lalu Jl. Mangkubumi saban tengah malam disulap menjadi Mangkubumi Late Nite Bicycle Playground

Semua program-program kultural, penyediaan infrastruktur, dan munculnya dukungan organik dari masyarakat dirangkum dalam label besar Sego Segawe. Kultur NMT Jogja berhasil tumbuh subur melalui gerakan Sego Segawe. Sudah on the track.

Lalu apa sih yang masih harus dikembangkan supaya NMT ala Jogja ini makin bagus lagi? Sekali lagi, NMT menggunakan pendekatan kultural sebagai pendekatan utamanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline