Lihat ke Halaman Asli

Percakapan Rembulan

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1329258766170753502

[ 8/02/2012 Malam ]

Ini adalah beribu-ribu kilometer tahun cahaya. Atau sebut saja tak terhingga batas. Diatas “ tak terhingga jumlahnya” cerita manusia planet kecil bernama dunia. Cerita malam berbeda dengan siang. Dimensi-dimensi yang mendadak menjadi sangat serius, nyawa makhluk tertinggi derajat di bumi meninggalkan raga sejenak. Serius adalah diam tanpa percepatan pada rotasi yang telah di tentukan. Berputar serempak dengan pola awur – yang seharusnya dalam rencana tak saling tabrak -.

Bahkan telah jelas aturan-turan bagi manusia, tentang perputaran utama. Namun tak sedikit yang tak berputar utama sama sekali. Seandainya mereka tahu keindahan rotasi. Menikmati perputaran Nya. Bukan pusing, sisi manusia yang tak kami sukai.

Selayaknya makhluk Tuhan, kami juga memiliki percakapan mandiri. Saling berujar. Ya, seharusnya aku mulai menyalami semua yang ada disini.

Diantara ramainya pembicaraan angkasa, aku menemukan bintang kecil. Gemerlap kelip malu, sebuah bintang di pucuk Aquila. Kawanan bintang yang menyerupai elang, mereka berlima. Sebenarnya, aku suka sesuatu yang berbau terbang dan sayap-sayap. Keberpihakanku pada rasa, malam ini tak kupaksa. Petang serupa ini, aku khususkan berbicara pada kepala elang itu.

“ Kau tak menangis karena petir Dewa Zeus dicuri bukan?” “ Hai bulan, hahaha… bukan itu.“ Binatang pucuk mulai memperhatikanku. Tertawa lalu.

Hal pelan kuperhatikan pertama, bintang kepala elang itu tak ikut dalam arus putaran angkasa tentang topik hangat saat ini. Siapa saja yang akan mendarat ke bumi 2012 ini? Ada kabar semua bintang harus turun ke bumi tahun ini. Mustahil, adalah satu-satunya karangan manusia yang masuk ke dalam arus pecakapan para bintang. Mengapa mereka begitu saja menerima perkiraan bodoh manusia yang membuat geger serempak angkasa raya? Patutkah itu? Ah lupakan!

Sebagai makhluk semesta. Kami tak tau apa yang akan terjadi. Kami hanya siap menerima siapa saja yang ditakdirkan turun ke bumi. Untuk menghancurkan tubuh di jeruji atmosfer yang sangat menyakitkan. Jika beruntung, tulang-tulang kami bisa menghantam permukaan bumi.

“ Apa yang kau risaukan mata Aquila?” tanyaku, “ kau murung. Itu sudah terlihat di wajahmu sejelas-jelasnya”. “ Masih merasa kurang sebagai bintang.. “ jawabnya. “ Hei apa yang harus dilakukan untuk menyemangati sebuah bintang? ” senyumku untuk bisa mencairkan lagi. “ Merasa ada yang janggal. Aku merasa tidak di perdulikan lagi. ” jawabnya lumer. “ Oleh? “ “ Entahlah bulan, aku merasa tidak diperhatikan oleh sesuatu yang besar. Tapi sesuatu itu aku tak tahu namanya. Hanya merasa ada yang kurang saja. Saat ini. “

[09/02/2012 Malam]

Memupuk perlahan benih malam. Citra diriku semakin menghilang, ini karena rotasi pada matahari. Bintang terdekat itu. Perlu perputaran simpangan agar bertemu denganmu. Wahai Matahariku.

Setelah sejengkal terlihat dari pucuk mata. Aku mulai berbincang sahabat dengan Aquila.

“ Seperti apa itu ketidak-pedulianmu, yang kau rasa?” “ Jika terjatuh dan tak ada yang membangunkan? “ Tambahku. “ Sedikitnya seperti itu..” pelan ia menjawabnya. “ Hahaha… Kalau bintang jatuh kan sama saja dengan mati.” “ Ya, ketakutan akan kematian juga sangat besar pada diriku. Hey bulan, ini bukan jatuh dalam arti sebenarnya.” Aquila terlihat bimbang bertanya. “ Kalau bukan mengartikan sebenarnya mengapa kau berpikir seolah-olah itu menjadi benar-benar terjadi? ”

[ 10/02/2012 Malam ]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline