Jejak Anak, sebelum ke Baduy mereka sudah beberapa kali menjelajah tempat-tempat yang menurut mereka patut mereka jelajahi karena potensi alam dan trekkingnya yang menantang, diantaranya Taman Nasional Ujung Kulon, Kawah Ratu -- Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan beberapa tempat lainnya, bahkan sejak dari perjalanan Trekking ke Kawah Ratu -- Bogor, kami memang berencana untuk melanjutkan petualangan kami ke pedalaman Suku Baduy.
Petualangan kami ke Baduy tepat sebelum anak-anak kami masuk ke jenjang Sekolah Lanjutan Menengah Pertama atau SMP. Dzubyan melanjutkan ke Pesantren Latanza, Dejan melanjutkan ke Sekolah Islam di bilangan Pamulang, sedangkan Naira dan bertienya Fathina melanjutkan ke Sekolah Islam di bilangan Pondok Cabe.
Baduy dengan kearifan budaya-nya sangat menarik orang untuk berkunjung ke sana, banyak oarang penasaran dengan dinamika kehidupan orang-orang Baduy yang hidup sangat sederhana dan berdampingan dengan alam serta lingkungan. Gemerlap duniawi tidak menjadikannya masyakat Baduy silau, mereka dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan tetap dipertahankan.
Jejak Anak menjelajah Baduy Dalam melewati Cijahe, dalam perjalanannya dari Cijahe ada beberapa kampung yang dilewati sebelum memasuki Baduy Dalam salah satunya kampung Cisemeut. Kampung Cisemuet merupakan kampung terakhir sebelum menuju perbatasan dengan Baduy Dalam yang ditandai dengan jembatan bambu. Dari perbatasan tersebut kita bisa menuju ke Desa Cikertawarna atau lansung ke Cibeo.
Kami menginap di salah satu rumah penduduk Baduy Dalam di desa Cibeo, banyak pengalaman yang kami dapatkan terkait dengan kearifan lokal masyarakat Baduy Dalam yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luluhur yang syarat akan pentingnya menjaga keseimbangan hidup berdampingan dengan alam.
Mulai dari struktur rumah yang tidak menggunakan paku logam namun tetap kokoh walaupun terjadi gempa, dari struktur lumbung pagi mereka yang terdapat pengaman untuk menghindari dari serangan mahluk pengerat dan lumbung tersebut terdapat di luar kampung, mulai dari tidak menggunakan sabun odol dan sejenisnya dalam menjaga kebersihan badan karena mereka khawatir sabun dan odol dapat mencemari sungai mereka yang sangat jernih dan langsung dari mata air.
Masyarakat Baduy dikenal dengan ke-santunan-nya dan penuh dengan semangat gotong royong, hal ini dapat terlihat ketika mereka membangun bangun rumah yang dibantu segenap komponen masyarakat Baduy terdekat. Lumbung-lumbung padi mereka hanya boleh digunakan saat-saat tertentu saja seperti jika musim tanam mengalami paceklik, atau saat mereka membutuhkannya untuk kegiatan keagamaan mereka.
Sungguh kami mendapatkan banyak pembelajaran dari perjalanan Jelajah Baduy kali ini. (Age Mallory - Founder Jejak Anak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H