Oleh: Agavia Syifa Rivani (1405620085) Pendidikan Sosiologi A 2020
Tidak terasa sudah dua tahun menuju tahun ke-3, wabah virus covid-19 telah melanda Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa merebaknya virus ini telah memberikan banyak kerugian bagi hampir seluruh sektor kehidupan, termasuk pendidikan. Pandemi virus Covid-19 ini mengakibatkan pendidikan di Indonesia mengalami berbagai problematika, hal ini tentu dikarenakan peserta didik maupun pendidik tidak dapat melaksanakan proses belajar mengajar seperti biasanya sehingga pembelajaran pun dirasa menjadi kurang efektif. Maka dari itu, pemerintah dengan kebijakannya meluncurkan sebuah program yang saat ini disebut sebagai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). PJJ ini dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) yang mengandalkan peran lingkup teknologi. Pelaksanaan PJJ tersebut dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi angka penyebaran covid-19. Meskipun dilaksanakannya PJJ ini untuk mengurangi angka penyebaran virus, namun nyatanya dalam program tersebut masih banyak kendala dan hambatan yang dihadapi peserta didik maupun pendidik, mulai dari terkendala jaringan, buta teknologi, serta sarana dan prasarana yang tidak memadai (Suryadien; dkk. 2022).
Di tahun ketiga ini pandemi akhirnya mulai mereda dan perlahan menghilang semenjak adanya vaksinasi yang dinilai cukup ampuh dalam menjaga imun manusia dari tertularnya virus tersebut. Negara Indonesia sendiri sudah menjalankan wajib vaksinasi kepada seluruh warga dengan sasarannya kepada orang tua, orang dewasa, serta anak-anak dengan tujuan agar saat beraktivitas di luar rumah dapat terhindar dari penularan (Suryadien; dkk. 2022). Dengan melihat realitas angka pemaparan virus yang semakin berkurang, berbagai kegiatan pun akhirnya mulai terlaksana seperti sedia kala termasuk pembelajaran yang mulai dilakukan secara luring atau offline. Menanggapi hal tersebut, maka satuan pendidikan tentunya perlu mempersiapkan strategi pengembangan kurikulum yang memang diperlukan peserta didik di tengah keadaan yang dapat dikatakan sebagai 'masa pemulihan' dalam upaya mengatasi learning loss akibat pembelajaran jarak jauh dan berbagai kekurangannya.
Mengutip dari (Rozady dan Koten, 2021) Proses pembelajaran yang dinilai tidak maksimal, akan berakibat pada minimnya hasil informasi yang didapatkan siswa dan hasil belajar siswa yang juga tidak maksimal. Dengan demikian, Learning loss akan dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang akan lahir di tahun-tahun selama pandemi Covid-19 ini. Untuk mengupayakan hal tersebut, Kemendikbudristek kemudian menyusun Kurikulum prototipe sebagai bagian dari kurikulum nasional untuk mendorong pemulihan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe sebagai sebuah opsi, artinya sekolah boleh menerapkannya ataupun tidak. Bagi Sekolah yang tidak memakai kurikulum ini, maka dapat memilih dua opsi lainnya, yaitu Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat, sebab mulai tahun 2022 hingga 2024 nantinya hanya ada tiga opsi kurikulum yang diberlakukan. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan telah merancang Kurikulum prototipe ini sebagai upaya mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Diharapkan penerapan kurikulum ini dapat memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar. Dilansir dari Tempo.co, terdapat tiga karakteristik utama kurikulum prototype:
- Pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills)
Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan EQ dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi para siswa. Sehingga siswa tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni saja. Guru diminta untuk memberikan sejumlah tugas atau proyek kepada para murid yang sifatnya bisa lintas mata pelajaran, bahkan lintas peminatan.
- Berfokus pada materi esensial
Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi agar siswa tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut. Sudah tidak ada lagi jurusan IPA, IPS, maupun bahasa di jenjang pendidikan SMA. Siswa bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya.
- Memberikan fleksibilitas bagi guru
Dalam hal ini guru dapat mengajarkan hal-hal yang memang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh si murid serta melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Perencanaan kurikulum bagi sekolah pun dapat diatur dengan cara yang lebih fleksibel. Tujuan belajar ditetapkan per fase, yakni dua hingga tiga tahun, untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah.
Kurikulum yang sudah dirancang sedemikian rupa tidak akan berjalan dengan maksimal apabila tidak diselaraskan dengan usaha para aktor pendidikan yaitu guru, kepala sekolah, orang tua, pengawas, dan siswa dalam menyempurnakan implementasinya. Mutlak diperlukan suatu sistem yang saling berkoordinasi agar kurikulum berjalan sesuai dengan fungsi yang telah direncanakan. Jika para aktor pendidikan menjalankan fungsinya dengan baik, maka hasilnya pun akan baik. Maka dari itu, artikel ini akan membahas mengenai keterkaitan penggunaan kurikulum prototipe yang berkolaborasi dengan satuan pendidikan dalam mempertahankan peran dan fungsinya ditinjau dari pendekatan struktural fungsional.
Menurut teori struktural fungsional masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian selanjutnya akan membawa perubahan terhadap bagian yang lain (Juwita;dkk, 2020). Bagian-bagian yang ada saling bekerja dan bersifat fungsional, sehingga jika satu diantaranya tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan suatu sistem. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu terdiri dari organ-organ saling ketergantungan yang merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Tujuan akhir dari pendekatan ini yaitu terciptanya keteraturan sosial (Hidayat, 2011).
Dalam penerapan kurikulum prototype ini, pemerintah terlebih dahulu melaksanakan program sekolah penggerak secara serius dengan tujuan agar mewujudkan pendidikan di Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan membentuk pribadi yang berasaskan Pancasila yaitu beriman, bertaqwa, dan berkebhinekaan (Rosmana;dkk, 2022). Pemerintah tidak memaksakan pelaksanaannya secara serentak oleh tiap-tiap sekolah namun lebih memperhatikan kesiapannya sehingga meminimalisir adanya disfungsi. Selain itu, dengan diadakan kurikulum prototype ini dapat mengatasi perubahan belajar yang sistematik atau dapat dikatakan kaku. Siswa dapat memilih pelajaran sesuai dengan minat bakatnya sebagai upaya mempersiapkan SDM yang kompeten sesuai bidangnya di masa yang akan datang. Selain berusaha mewujudkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran, kemendikbud-ristek pun tentunya sangat memahami paradigma guru agar tetap eksis di bidang pendidikan ini. Melihat bahwa guru memegang peranan paling penting dalam proses pembelajaran dan tercapainya sebuah kurikulum di sekolah, maka seorang guru pada masa kini dituntut harus mampu melaksanakan dan mensukseskan pembelajaran yang ada di sekolah. Guru juga dituntut kreatif serta inovatif karena berjalan atau tidaknya sebuah kurikulum, tergantung dari seorang guru yang mempunyai kecakapan dan kemampuan dalam memahaminya. Diberlakukannya kurikulum ini memberikan keleluasaan bagi guru untuk mengelola kelas sehingga antara guru dan murid tidak akan terbebani dalam mewujudkan tujuan pembelajaran.
Pada hakikatnya, kurikulum prototype dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pada satuan pendidikan yang memang sudah siap untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Durkheim dalam (Hidayat, 2011) menjelaskan bahwa di setiap masyarakat selalu mengadopsi pendidikan untuk menyesuaikan dengan nilai dan tujuannya. Singkatnya, pendidikan melalui praktik kurikulum di sekolah akan menghasilkan individu dewasa yang ideal di masyarakat. Hal itu tentu akan terwujud apabila tiap elemen dalam pendidikan tersebut saling memahami perannya masing-masing dan menciptakan sistem yang bersinergi. Sebuah sistem pendidikan akan mengalami gangguan fungsi jika tiap individu tidak diberi peran yang paling sesuai. Maka dari itu, kurikulum dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga dapat mencapai keteraturan sosial. Demikian pula halnya kurikulum prototype hadir untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik lagi dalam menanggapi berbagai ketimpangan akibat adanya pandemi covid-19 yang berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia.