Di Pegunungan Jayawijaya, ada pemuda bernama Markus. Desa mereka jauh dari keramaian kota, dan masyarakatnya masih sangat menjaga tradisi. Setiap hari, Markus bersama keluarganya bertani di ladang dan berburu di hutan. Namun, meskipun hidup mereka sederhana, mereka memiliki kebanggaan yang mendalam terhadap budaya mereka yang kaya.
Markus mendapat kabar bahwa sebuah tim peneliti dari kota akan datang ke desanya. Mereka ingin mempelajari budaya Papua, dan Markus diminta untuk memandu mereka. Meskipun sedikit ragu, Markus merasa ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia keindahan dan kekayaan budaya mereka, terutama tari tradisional dan ukiran kayu yang terkenal di desa mereka.
Ketika tim peneliti tiba, Markus mengajak mereka ke rumah neneknya, seorang pengrajin ahli. Di sana, nenek Markus menunjukkan cara membuat ukiran kayu yang rumit, setiap garis melambangkan kisah leluhur mereka. "Ukiran ini," kata nenek, "adalah cara kami menceritakan sejarah, tentang perjuangan dan kehidupan di pegunungan ini."
Setelah itu, Markus mengajak mereka ke lapangan terbuka, di mana para pemuda desa menari tarian tradisional. Tarian itu menggambarkan perjuangan melawan alam dan musuh, dengan gerakan lincah dan langkah yang penuh kekuatan. Para peneliti terkesan, tapi Markus merasa ada yang lebih penting, perasaan bahwa tradisi ini hidup dalam diri setiap orang di desanya.
"Meskipun dunia berubah, budaya kami tetap akan ada," kata Markus, dengan bangga. Di balik kabut Pegunungan Jayawijaya, kebanggaan itu terus bertahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI