Selama kehidupan ini masih berjalan, tentu setiap manusia memiliki cita-cita atau impian yang ingin dicapai. Entah impian tersebut dapat diwujudkan dengan waktu yang sebentar atau sebaliknya, butuh waktu yang sangat lama dan banyak prosesnya. Saya juga salah satu manusia yang memiliki impian yang ingin dicapai, namun butuh banyak waktu, tenaga, pikiran, serta komitmen untuk mewujudkannya. Impian saya adalah menjadi seorang dosen, dan terpikirkan disaat saya masih duduk di bangku SMA.
Entah mengapa saya ingin sekali menjadi tenaga pengajar, dan berbagi ilmu pengetahuan yang saya punya untuk semua orang. Pernah ada satu waktu di saat saya akan lulus SMA, seorang guru Bahasa Inggris bertanya kepada saya, "Agatha, kamu setelah ini ingin jadi apa? Apa yang ingin kamu lakukan?" Kemudian saya menjawab, "Ma'am, doakan saya semoga suatu hari nanti saya bisa menjadi seorang dosen Ilmu Komunikasi. Setelah ini saya ingin melanjutkan kuliah di luar kota." Guru saya sangat senang mendengar hal itu, beliau mendoakan saya, bahkan memberikan saya sepucuk surat yang isinya adalah kalimat penyemangat agar kelak saya bisa mengingat dan menggapai impian ini.
"Lalu apa saja yang sudah dilakukan agar impian itu bisa terwujud?" Saya memiliki beberapa komitmen dan perencanaan. Mengenai komitmen yang menjadi dasar dari pencapaian dari apa yang ingin diwujudkan, dalam mewujudkan komitmen tersebut adalah diawali dengan pemimpin memandu anggotanya untuk melalui serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan komitmen yang saling bersaing, kemudian dilanjutkan dengan memeriksa komitmen tersebut untuk menentukan asumsi yang mendasari komitmen tersebut, dan terakhir adalah memulai proses perubahan perilaku (Kegan & Lahey, 2001).
Maka dari itu yang saya lakukan untuk memulai komitmen menggapai impian adalah melakukan empat upaya yang terdiri dari membuat evaluasi, melanjutkan kuliah di universitas yang baik, mencari pengalaman kerja di bidang kreatif, dan mencari kesempatan mengajar. Jadi sebelum saya mewujudkan impian tersebut, saya melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa impian ini memang dapat menunjang masa depan, dan tidak hanya karena ego ataupun asal bicara saja. Hasil dari evaluasi tersebut adalah saya memilih untuk tetap berkomitmen menjadi dosen karena beberapa hal, yaitu ada panggilan dari hati kecil untuk membantu orang lain dengan berbagi ilmu pengetahuan dengan orang lain, dan alasan lainnya adalah karena saya ingin hasil dari saya mengajar di kelas bukan hanya sekedar menerangkan teori saja, tetapi saja juga ingin dapat ilmu dari apa yang saya pelajari. Dari impian saya ini, telah dibahas dalam Artikel yang berjudul How People Change, dan ditulis oleh David Brooks. Dari salah satu pembahasan dikatakan, "Salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari ide-ide baru adalah dengan mengajarkannya." (Brooks, 2012)
Dari hasil evaluasi tersebut akhirnya saya memilih untuk melanjutkan kuliah di sebuah universitas swasta di Semarang, dan mengambil program studi Ilmu komunikasi. Di sini saya banyak belajar, bertemu dengan orang baru dengan daerah asal yang beraneka ragam, dan tentu saja mempelajari Ilmu Komunikasi. Selama saya menempuh pendidikan di sini, ada satu tantangan yang saya hadapi yaitu saya masih sulit menerima pendapat dari orang lain, bahkan kadang kala ada dosen yang mengatakan kalau saya itu terlalu keras kepala, dan saya sadar akan hal itu. Kemudian keinginan untuk mencoba memperbaiki diri ketika saya mengerjakan skripsi, di masa itu saya benar-benar dihadapkan dengan berbagai tekanan mulai dari penelitian, dosen, dan pandemi. Maka dari itu saya mencoba untuk mulai bisa menerima pendapat dari dosen pembimbing, agar penelitian saya bisa selesai dengan baik.
Selanjutnya upaya yang dilakukan adalah mencari pengalaman kerja di bidang kreatif. "Mengapa harus bekerja di bidang kreatif?" Karena saya ingin memiliki pekerjaan yang bisa mengembangkan ide kreatif dan bisa berekspresi, salah satunya adalah bekerja di agensi digital marketing. Tantangan yang saya miliki selama bekerja adalah ketika menghadapi ide yang mampet, atau kalau istilah sekarang disebut burn out. Dalam menghadapi tantangan ini, saya mencoba untuk membuat perencanaan, mencari inspirasi dari media sosial, bahkan berdiskusi dengan tim divisi. Terakhir adalah mencari kesempatan mengajar. Dengan melebarkan dan menjaga jaringan keluarga dan pertemanan, yang rata-rata berprofesi sebagai dosen. Saya mendapatkan kesempatan untuk mengajar di salah satu universitas di Yogyakarta, walaupun masih sebagai dosen praktisi namun saya sangat senang mendapatkan kesempatan ini. Selama saya mengajarkan ilmu yang saya miliki kepada mahasiswa, di waktu yang sama saya juga belajar, sehingga saya mendapatkan banyak ide dan pengetahuan baru.
Referensi
Brooks, D. (2012, November 26). How People Change. The New York Times, p. 25.
Kegan, R., & Lahey, L. L. (2001). Real Reason People Won't Change. Harvard Business Review, 88.