Pada awal tahun 2020, kita semua dikejutkan oleh kabar kemunculan virus baru penyebab infeksi saluran pernapasan, yang sekarang kita kenal dengan sebutan COVID-19. Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina menjadi titik permulaan penyebaran virus ini, lalu secara mudah dan cepat mengalami perluasan ke lebih dari 190 negara hingga akhirnya pada tanggal 12 Maret 2020, World Health Organization (WHO), menyatakan COVID-19 sebagai pandemi.
Sejak awal perkembangannya, COVID-19 telah menjadi krisis dan memberikan dampak secara luas di berbagai aspek kehidupan serta seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali tenaga medis.
Penyebaran COVID-19 yang begitu cepat sehingga seluruh dunia merasakannya ini menyebabkan bertambahnya beban kerja tenaga medis di berbagai layanan kesehatan.
Kita tahu bahwa pada dasarnya setiap layanan kesehatan diciptakan untuk menyelamatkan pasien, keselamatan pasien tentu dijadikan sebuah prioritas karena akan mencerminkan kualitas dari layanan kesehatan itu sendiri.
Oleh karena itu, para tenaga medis terkhususnya perawat di masa pandemi seperti ini, menjadi sosok pertama yang berinteraksi secara langsung dengan pasien dalam kurun waktu yang lama demi memenuhi kebutuhan pasien secara holistik sangat dibutuhkan keprofesionalitasannya, mengingat bahwa mereka harus mampu melakukan pekerjaannya berdasarkan keselarasan pengetahuan dengan keterampilan atau keahlian yang dimiliki, serta tidak menyimpang dari kode etik keperawatan supaya asuhan keperawatan yang diberikan tidak memperberat kesakitan atau memunculkan kesakitan yang baru bagi pasien, dan yang terutama adalah mencegah penyebaran infeksi dari virus ini secara tepat.
Tuntutan dan keprofesionalitasan dari perawat selain meningkatkan risiko keselamatan diri mereka sendiri juga meningkatkan risiko keselamatan tenaga medis lainnya, maka dari itu selama bekerja seluruh perawat beserta dengan tenaga medis lainnya diwajibkan untuk tetap memperhatikan baik kesehatan fisik maupun psikologisnya masing-masing, menggunakan protokol kesehatan secara saksama supaya terhindar dari infeksi, lebih berani lagi melaporkan kejadian insiden keselamatan, memahami hak dan kewajiban dari pasien, serta selalu mempromosikan budaya keselamatan. Perlu diingat bahwa keselamatan tenaga medis adalah keselamatan kita semua. (WHO, 2020).
Lalu bagaimana peran perawat dalam meningkatkan upaya keselamatan yang bukan hanya bagi pasien tetapi mencakup tenaga medis lainnya serta dapat meminimalkan dampak dari penyebaran COVID-19 ini? Tentu dengan meningkatkan kembali kesaran tentang budaya keselamatan pasien sehingga bukan hanya di lingkup layanan kesehatan saja penerapannya dapat dilakukan tetapi kelak menjadi sebuah kebiasaan baru bagi setiap lapisan masyarakat.
Penemuan COVID-19 di tahun 2019, lalu kasusnya meningkat pesat pada tahun 2020 menyebabkan pengetahuan terkait pencegahan, pengobatan, dan penanganannya masih terbatas dimana sampai detik ini para ahli masih terus berusaha untuk menemukan jawaban atas penyelesaian pandemi ini.
Menurut para ahli, penyakit ini diakibatkan oleh virus yang mirip atau termasuk ke dalam keluarga besar virus Corona yang menyebabkan terjadinya epidemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan pandemi MERS (Middle East Respiratory Syndrome). Dikarenakan gejalanya dengan SARS terbilang cukup mirip dimana untuk kasus yang berat dapat menyebabkan sindrom pernafasan akut, pneumonia, gagal ginjal bahkan kematian, maka virus ini kemudian dinamakan dengan SARS-COV 2 dan mengakibatkan penyakit COVID-19 (Corona Virus Disease-2019). Meskipun angka kematian akibat SARS lebih tinggi (9,6%) daripada COVID-19 (kurang dari 5%), penyebaran COVID-19 lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan SARS. (Kemenkes RI, 2020).
Virus corona tergolong zoonosis, dimana kemungkinan asal virus adalah dari hewan lalu ditularkan kepada manusia. Terkait COVID-19, dengan masa inkubasi virus ± 5-6 hari dengan masa terpanjang yaitu 14 hari, belum ada kepastian bagaimana proses transmisinya dapat terjadi, tetapi berdasarkan perkembangan data dan penelitian yang ada mengindikasikan bahwa transmisinya melalui droplet dari hidung atau mulut ketika seseorang itu bersin atau batuk, yang apabila tersentuh oleh kita baik secara langsung atau melalui benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, kemudian kita menyentuh bagian segitiga wajah (mata, hidung, mulut) maka terjadilah infeksi COVID-19 atau bisa juga ketika droplet dari penderita tanpa sengaja terhirup oleh kita. (Kemenkes RI, 2020).
Selain itu, terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa penularan virus ini juga dapat melalui udara (airborne), tetapi pernyataan ini masih perlu penelitian yang lebih lanjut.