Pelestarian budaya saat ini sangat gencar dilaksanakan. Dimana disaat pandemi ini mempelajari serta meningkatkan minat dalam memahami kesusastraan sangatlah jarang dilakukan.
Workshop yang telah terselenggara selama tiga hari berturut-turut oleh Yayasan Puri Kauhan Ubud diakhiri dengan membahas terkait "Sastra Bali Klasik" yaitu mengenai Satwa dan Kekawin. Workshop yang terselenggara sejak tanggal 04 Juni hinggga ditutup ditanggal 06 Juni 2021 ini pun selalu dihadiri oleh berbagai masyarakat hindu yang ingin menambah wawasan terkait sastra Bali Kelasik.
Penutupan workshop kali ini diisi oleh dua narasumber yang terkenal dalam Sastra Bali Klasik dimana kedua narasumber akan membahas terkait Nawi Satwa dan Ngawi Kekawin. Mas Rucikadewi dan Putu Eka Gunayasa merupakan dua narasumber yang nantinya akan membagi pengalaman serta ilmu yang dimilikinya kepada peserta yang telah bergabung via zoom dn live youtube.
Dalam pembahasannya mengenai ngawi sendiri terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yaitu wirama, wiraba, dan wirasa dimana yang dituturkan oleh Mas Rucikadewe dalam pembahasannya mengenai Satwa itu sendiri. Beliau juga banyak menuturkan bahwa terdapat beberapa sarana dalam cerita itu sendiri yaitu cerita yang memotivasi anak, cerita atau tokoh yang mudah diingat, bahasa yang unik. Dimana bahasa merupakan bahasa yang sederhana dan unik.
Tak hanya itu beliau juga memberikan tip terkait mengarang satwa "dimana kita harus mencari tema yang sesuai dengan apa yang kan dibawakan, menggunkan kata-kata yang memiliki akhiran sama dan membuat kerangka-kerangka untuk memudahkan ketika mengarang" ujarnya
"ada banyak sekali disekitar kita yang bisa digunakan untuk mengarang satwa bali, dan yang terpenting jangan takut untukmengarang. Jalani saja dulu karena semua ada prosesnya tersendiri" tambahnya Mas Rucikadewi
Setelah pemberian materi terkait ngawi Satwa oleh Mas Rucikadewi dilanjutkanlah oleh Putu Eka Guna Yasa yang juga membagi pengalaman dan pengetahuan terkait sastra bali klasik yaitu karya sastra kekawin. Beliau menyebutkan bahwa karya sastra kekawin biasanya lebih banyak diambil dari kekawin ramayana atau mahaberata yang memang banyak telah mengalami pembaharuan oleh tradisi sastra india ketika masuk ke Indonesia dan mendapat berbagaimacam inovasi dari segi bentuk hingga isi.
"Ketika akan menulis karya satra kekawin sangat perlu mengetahui yang namanya guru dan lagu selain itu, jumlah suku kata (wretta), susunan guru-lagu (mantra), dan pengelompokan guru lagu (gana) juga sangat perlu diperhatikan ketika akan menulis karya kekawin" ujarnya dalam membahas terkait hal-hal yang harus diketahui dalam menulis karya kekawin.
Guna juga banyak menjelaskan terkait penggunaan bahasa dan konteks aksara bali yang juga penting untuk diperhatikan karena ada beberapa bentuk tulisan dalam aksarabali berbeda artinya ketinya diubah ke bahasa latin. Guna juga menyebutkan bahwa menulis bisa dimulai dari Yatra yaitu penggalan atau perjalanan, Widya yaitu pengetahuan. Dimana dari Yatra dan Widya inilah yang nantinya akan melahirkan sebuah karya sastra/tulisa.-n.-Agty
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H