Saya pertama mendengar namanya pada waktu perjalanan dinas ke desa terpencil di Kabupaten Kotawaringin Timur. Tentu saja saya tertawa karena rasanya nama itu aneh, menggelitik, dan nyentrik. Bukit Selingkuh? Kenapa dinamakan Bukit Selingkuh? Apakah itu bukit tempat orang memadu cinta terlarang yang sembunyi-sembunyi? Oya, saya juga tak yakin ini adalah nama resmi dari pemerintah apalagi nama asli yang sudah turun temurun selama ratusan tahun. Menurut saya sepertinya nama ini berasal supir-supir travel yang biasa melintasinya. Sebelumnya saya gambarkan dulu perjalanan kami. Desa tujuan kami berjarak sejauh 300 km dari Sampit, ibukota kabupaten, ditempuh dalam waktu 9 jam lewat jalan-jalan bertipe offroad. Sudah barang tentu disana tak ada listrik, sinyal, siaran televisi, radio, apalagi internet. 6 jam pertama sinyal seluler masih hilang timbul. Nah, titik terakhir tempat kita mendapatkan sinyal telepon seluler adalah sebuah tempat yang dinamakan Bukit Selingkuh ini, berjarak sekitar 2 jam sebelum memasuki desa tujuan kami. Setelah ini, tak akan ada lagi sinyal seluler. Jadi begitulah, sampai disini mobil-mobil biasanya berhenti. Jangan bayangkan ada warung, pengisian bensin atau rumah makan. Ini cuma sebuah tanjakan biasa, yang ada hanya semak belukar, potongan-potongan kayu dan tanah-tanah berwarna merah. Sebuah bukit kecil yang kebetulan dianugerahi sinyal telepon seluler, karena di beberapa tempat yang lebih dekat ke kota malah bisa saja susah mendapat sinyal. [caption id="attachment_197867" align="alignnone" width="616" caption="Suasana Bukit Selingkuh"][/caption] Disinilah, pesan terakhir disampaikan karena setelah ini si penelepon akan putus kontak dengan keluarga. Maka rombongan pun berpencar, mencari tempat masing-masing yang strategis untuk berbicara dengan istri/suami/selingkuhannya. Berpesan bahwa setelah ini mereka tidak akan bisa dihubungi, sampai besok, lusa, atau seminggu. Jadi nyonya di rumah janganlah curiga apabila abang tak bisa dihubungi karena tak ada sinyal, begitu kira-kira. [caption id="attachment_197866" align="alignnone" width="597" caption="Ini lagi telepon istri atau selingkuhannya ya?"]
[/caption] Jadi rupanya inilah titik terakhir untuk berkomunikasi. Tempat untuk membuat janji kencan. Untuk berpamitan. Atau membuat janji terlarang. Tepatlah kalau dinamakan Bukit Selingkuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H