Lihat ke Halaman Asli

Pasien di Mata Seorang Dokter

Diperbarui: 9 November 2018   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Pexels)

Saya baru saja dilantik menjadi seorang dokter kurang lebih sembilan bulan yang lalu, dan baru mulai menjalankan praktik sebagai seorang dokter internsip selama lima bulan. Tentu saja pengalaman saya sebagai seorang dokter masih seumur jagung. 

Tidak ada apa-apanya dibanding guru-guru saya yang sudah sekian tahun menjadi dokter umum, dokter spesialis bahkan konsultan dan profesor.

Seiring berjalannya waktu, seorang dokter yang berkecimpung di dunia klinis tentu semakin kaya pengalaman dalam penanganan pasien dalam hal pengobatan, preventif, dan promotif. 

Sebagai dokter yang baru lulus, ilmu yang masih segar di ingatan membuat banyak dari kami sangat terpaku dengan guideline maupun textbook. Ketika ada sedikit saja hal yang melenceng dari panduan kami menjadi bingung dan harus memutar otak untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus diambil. 

Hal demikian berbeda dengan para dokter senior yang sudah terbiasa terpapar dengan pasien. Tidak hanya itu, seorang dokter yang memiliki jam terbang tinggi tentu memiliki "seni" yang lebih terlatih dalam bagaimana berkomunikasi dengan pasien serta keluarganya. 

Mereka sudah tahu bagaimana membaca pasien yang dengan "uniknya" berbicara mengenai penyakitnya. Ada yang berbicara to the point, namun tidak jarang ada yang bertele-tele dan terkesan "curhat". Mereka tahu bagaimana mengiring pasien untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Jujur sebagai seorang dokter, apalagi di poli di pusat pelayanan primer seperti puskesmas, pasien yang datang cenderung monoton. Misalnya di tempat saya sekarang bekerja kebanyakan adalah pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang memiliki keluhan secara umum batuk, pilek, panas, badan pegal-pegal. 

Obat yang diberikan pun sama sehingga tidak perlu banyak berpikir. Saking banyaknya pasien dengan keluhan demikian, akhirnya sudah ada template khusus di kepala tentang pertanyaan apa saja yang harus ditanyakan serta konseling apa yang harus diberikan. 

Hal seperti ini sebenarnya dapat menyebabkan seorang dokter melewatkan hal penting (underdiagnosis). Bisa saja keluhan yang mengarah ke ISPA ini merupakan gejala tambahan dari penyakit lain yang lebih berbahaya misalnya malaria atau penyakit lainnya.

Berbeda dengan di pelayanan di poli, ketika berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit tentu saja sebagai tenaga medis bisa kelelahan ketika pasien yang datang banyak dan butuh penanganan yang komprehensif dan cepat. 

Di tengah kesibukan menangani pasien yang "benar-benar" sakit, kadang ada saja pasien yang "hanya" sakit ringan seperti baru pilek selama 1 hari namun datang ke IGD. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline