Saat ini mendapatkan sponsor atau investor untuk klub sepakbola di Indonesia lebih susah daripada mencari jarum didalam tumpukan jerami. Dibutuhkan peran nyata dari pemerintah daerah untuk menyelamatkan Persis Solo sedari dini (jangan nanti kalau sudah kolaps baru akan menyelamatkan). Dana APBD resmi dilarang untuk membiayai klub sepakbola profesional di Indonesia. Persis Solo pun kena imbas dari larangan penggunaan dana yang rawan untuk digelapkan tersebut. Sebagai aset daerah yang harus dirawat dan dilindungi,Pemerintah kota harus berani mengambil langkah yang tepat untuk menyelematkan klub heritage kebanggaan kota Solo ini. Memang pasca dikeluarkannya perarturan larangan penggunaaan dana APBD untuk klub sepakbola profesional hampir semua klub "plat merah" di Indonesia merasakan kesulitan yang luar biasa dalam hal bujet. bagaikan seorang bayi yang dilepas oleh orang tuanya,Persis Solo yang terbiasa "menthil" dana APBD tiba-tiba harus mau tidak mau untuk mencari "susu" sendiri. Pemkot Solo sebagai "orang tua" pasti tidak ingin kan anaknya menjadi sia-sia dikemudian hari? Sedikit cerita,sekitar tahun 2010 muncul Arifin Panigoro cs. dengan LPI (Liga Primer Indonesia) sebuah liga profesional yang menggunakan konsep seperti di MLS (Major League Soccer) Amerika Serikat. Saat itu pengguaan dana APBD di cap oleh mereka sebagai klub yang tidak profesional. Propaganda yang dilakukan cukup sukses menjaring 4 klub tradisional berpaling dari PSSI. Mekanisme pendanaannya menurut saya sih gak ada beda dengan ala "menthil" yang biasa dilakukan hampir semua klub yang ada di Indonesia,hanya yang jadi pembeda adalah sumbernya. Konsorsium,kata yang sangat familiar di 2010-2012 tersebut adalah jelmaan pemerintah daerah,maksudnya,cara mereka sama hanya beda image saja,akibat propaganda yang mengatakan klub yang tidak menggunakan APBD adalah klub profesional. Menurut saya sih menggunakan dana APBD juga bisa kok profesional. Lalu berapa puluh bahkan ratus milyar uang yang sudah dihabiskan Persis Solo dari dana APBD kota Solo? banyak ya sepertinya? OK, Larangan atas penggunaaan dana APBD ini seharusnya diterjemahkan dengan bijak. bahwa inilah waktunya klub menghasilkan Pendapatan Asli Daerah untuk pemerintah kota. Tapi bagaimana caranya? Pemerintah daerah dapat membentuk badan usaha sebagai langkah nyata menyelamatkan aset daerah dan kedepannya untuk meningkatkan PAD (Pendapatan asli Daerah). Mengingat sekarang sepakbola sudah bukan hanya sekedar olahraga semata namun (di negara maju) sudah menjadi sebuah komoditas bisnis yang luar biasa besarnya. ya,sepakbola sebagai hiburan. Pemkot Solo bisa menjadikan Persis Solo sebagai badan usaha milik daerah. Menjadikan klub sepakbola sebagai BUMD sebenarnya salah satu celah dari banyak celah yang legal untuk menghindar dari larangan penggunaan dana APBD. Dan menurut saya celah ini lah yang paling jelas dan elegan,walaupun akan sangat rawan untuk jadi ajang bancakan sih. Kita lihat di Jerman banyak klub disana yang sebagian sahamnya dipegang oleh pemerintah daerah,lalu di Spanyol,klub sekelas Real Madrid dan Barcelona ternyata hanya berbentuk SAD (Sociedad Anónima Deportiva) atau kalo disini seperti sebuah yayasan,ini adalah perlakuan istimewa untuk menghindarkan klub dari pajak yang tinggi. Ya,itu semua bentuk kepedulian pemerintah setempat untuk melindungi asetnya. Selain mendapatkan keuntungan berupa uang,cara ini juga mendatangkan keuntungan imajiner yang tak ternilai. By the way,berapa orang di negeri ini yang tahu negara Kroasia sebelum Piala Dunia '98? Persis Solo jelas merupakan aset kota Solo yang sudah uzur namun tak lekang oleh waktu untuk dijadikan komoditas bisnis,tidak seperti aset-aset kuno lainnya yang sekarang hanya menjadi pemanis saja. Sekarang jika Pemkot mau menjadikannya BUMD bagaimana teknisnya? Garis besarnya setelah menjadi BUMD,Persis Solo hanya mendapat modal awal yang nantinya untuk menjalankan roda perusahaan,artinya Persis Solo dilarang menodong dana APBD lagi setiap tahunnya. Mau tidak mau modal awal tadi harus balik modal untuk tahun berikutnya dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Proses memang panjang dan tidak bisa langsung besar seperti yang Arifin Panigoro cs. paparkan dulu saat menggelar LPI, Little By Little seperti judul lagu dari band asal Inggris, Oasis. Semua memang harus sedikit demi sedikit apalagi kita lihat keadaan negeri ini yang sangat dahsyat amburadulnya,yang terpenting adalah konsistensi dan punya konsep yang jelas menuju kearah sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H