Lihat ke Halaman Asli

Kepada Para Pengendara di Bekasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: http://img1.beritasatu.com/data/media/images/medium/1395119104.jpg

Saya baru beberapa minggu pulang dan menetap kembali ke Bekasi. Kalau nggak karena panggilan bos besar di rumah, saya nggak mau merelakan masa muda saya yang penuh hahahihi berubah menjadi auahgelap. Bekasi, O, Bekasi, kenapa kamu begitu auahgelap?

Sekarang gini, setelah kamu alhamdulillah berhasil menggaet gelar sarjana, terus kamu kembali ke kampung halaman. Bawa backpack gede, kardus berisi kerupuk kismin, keranjang berisi ayam jago, lalu turun dari bus dengan gaya Nicholas Saputra mau nyebrang ke Kwitang. Tapi bukannya sukses menyebarkan aura akademis, malah disemprot sama klakson motor. Udah gitu karena nggak sabaran, si pengendara nyalip ke sebelah kiri bus dan kalau saja saya nggak lihai pasti keserempet. Ini kan tergolong kampret? Untungnya saya berhasil melenggok-lenggok menepi dengan masih mempertahankan gaya Nicholas Saputra nunduk karena kepanasan. Poni ikal saya kibaskan ke belakang.

Demikianlah, saya menepi dan mencoba memaklumi pengendara dengan berasumsi si bapak kebelet pipis tapi toiletnya ketinggalan di Jakarta.

Ternyata kejadian pengendara liar ngehek nyerempet Nicholas Saputra tadi nggak cuma sekali. Kasus ngehek serupa juga saya lihat di sepanjang naik angkot ke rumah. Pengendara motor tanpa helm di jalan raya utama jangan ditanya, agaknya mereka punya ilmu nujum yang bisa membaca keberadaan polisi. Kalau nggak ada polisi, aman. Terobos lampu merah bukan hal yang umum. Ini sepertinya bukti otentik bahwa mereka sangat anti-rasis. Pro-equality. Bahkan untuk lampu lalu lintas, mereka menganggap semua warna sama; artinya jalan terus.

Awalnya saya kira kembalinya saya ke kota ini membuat saya terhindar saya dari Emak-Emak Rule The World seperti waktu saya tinggal di Jogja. Ini adalah peraturan yang dibuat langsung oleh Genk Emak-Emak Naik Motor Part Jogja yang mana semua pengendara harus memaklumi segala isinya dalam kondisi apapun. Satu aturan yang krusial yaitu lampu sein menyala ke kanan tapi beloknya ke ke kiri, kalau keserempet disalahin nggak mau malah balik marah-marah. Itulah satu dari sekian banyak aturan yang ditandatangani dalam Konvensi Emak-Emak Touring Kenapa Enggak?

Hari silih berganti, diisi dengan segala kegiatan normal pengangguran kebanyakan. Bersih-bersih rumah, baca buku, apply kerja, dan masak-memasak. Salah satu yang mau nggak mau saya lakukan adalah mengunjungi sanak saudara demi tersambungnya silaturahmi. Naik sepeda motor. Saya orangnya prepare for the worst, jadi saya dari awal menyiapkan diri di jalanan kalau-kalau ada pengendara yang buru-buru lalu menyenggol footstep saya sehingga saya terkapar tak berdaya dan belum ada yang sempat menolong. Jika demikian, maka nantinya saya harus langsung berdiri tegak dan memandang ke jalan lurus sambil bernyanyi Masa lalu... Biarlah masa lalu....

Setiap kali di jalan raya dan menemukan sisi menyebalkan pengendara di Bekasi, saya berpikir kenapa mereka gitu-gitu amat, padahal di Jogja nggak gitu-gitu amat? Sangat sulit untuk tidak membandingkan, tapi saya berpikir positif jangan-jangan inilah alasan-alasannya. Bisa saja ini terjadi di kota lain. Tapi karena saya tinggal di Bekasi, jadi saya tulis berdasarkan pengalaman saya saat ini saja.

Tentunya ini semua menurut pandangan saya, menurut ilmu sains kontemporer (kalaulah ada). Semoga pengendara di Bekasi, baik yang merasa sebagai pelaku maupun korban, bisa mengerti.

Volume Kendaraan Terus Meningkat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline