Bonus Demografi, Pedang Bermata Dua Yang Butuh Penanganan Khusus
Bonus Demografi (BD) adalah fenomena kependudukan yang terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Selain itu, BD juga dapat diketahui dari angka rasio ketergantungan penduduk yang berkisar 40 - 50 persen. Bonus demografi, sesuai dengan arti harfiah dalam salah satu elemennya yaitu “bonus” sering dikaitkan dengan suatu kesempatan yang hanya terjadi satu kali saja bagi suatu negara yaitu the window of opportunity. Kesempatan yang ada berkaitan dengan bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal antara jumlah penduduk yang produktif dan yang tidak produktif. Pada saat itu angka ketergantungan adalah yang terrendah, biasanya terletak di bawah 50 persen.
The window of opportunity ini tidak terjadi selamanya melainkan hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat, satu atau dua decade saja. Ini disebabkan karena dalam perjalanan transisi demografi, harapan hidup yang terus meningkat akan meningkatkan jumlah lansia di atas 65 tahun sehingga rasio ketergantungan akan meningkat lagi. Jadi terbukanya the window of opportunity yang menyediakan kondisi ideal untuk meningkatkan produktivitas ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah suatu negara apabila ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
Indonesia, sebagaimana kita ketahui saat ini sedang memiliki window of opportunity yang terbuka lebar akibat fenomena bonus demografi ini. Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta. Hal ini sejalan dengan laporan PBB yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan Negara-negara di Asia, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai tahun 2020 yang diprediksi menjadi sekitar 44% atau tiap 100 orang penduduk produktif menanggung 44 orang penduduk non-produktif.
Bonus Demografi sepertinya memang terlihat amat indah dalam bentuk angka, namun bukankah bonus demografi ini sendiri merupakan tantangan yang terbungkus dalam buaian harapan? Apabila tidak mampu memanfaatkan fenomena ini dengan baik, Indonesia akan terkena konsekuensi yang sama sekali berlawanan dengan yang diharapkan pada bonus demografi yaitu jebakan kelas menengah (Middle Income Trap). Jebakan kelas menengah yaitu kejadian dimana terjadi stagnansi atau bahkan kemunduran dari kelas menengah menjadi kelas menengah ke bawah. Filipina dan beberapa negara di Amerika Latin adalah contoh negara yang masuk dalam jebakan kelas menengah. Sebab negara-negara tersebut tidak mampu memperbaiki kualitas sumber daya manusianya, sehingga tidak mampu menciptakan produk-produk inovatif yang berdaya saing untuk industrinya. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah sudah dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi dan mengambil keuntungan dari bonus demografi?
Mengesampingkan ketersediaan lapangan pekerjaan dan persiapan serba mendadak lainnya, bukankah mempersiapkan generasi mendatang juga perlu diperhatikan lebih seksama mengingat fenomena bonus demografi yang diperkirakan terjadi hingga sekitar tahun 2030-an? Bukankah setelah fenomena bonus demografi selesai Indonesia juga perlu mempertahankan agar perekonomiannya tidak anjlok? Disini dapat disimpulkan bahwa generasi penerus inilah yang akan berperan banyak. Untuk mempersiapkan generasi mendatang tentu saja hal yang perlu dikedepankan peningkatannya yaitu pada bidang pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa metode berikut ini:
·Melakukanoptimalisasi pemakaian anggaran di bidang pendidikan. Untuk waktu dekat, lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas SDM yang akan memasuki bursa kerja dengan memperbanyak cakupan pendidikan kejuruan dan ketrampilan serta melalui Balai Latihan Kerja terutama di pusat-pusat pertumbuhan ekonomui dengan lebih melibatkan pihak swasta dengan system pemagangan.
·Merevitalisasi pendidikan dunia kerja, untuk memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia terhadap dunia Internasional serta mempersiapkan untuk AEC 2015 dimana tenaga kerja asal Negara ASEAN lain bisa bebas masuk ke Indonesia.
·Segera menanggulangi permasalahan terkait pendidikan yang terkesan selalu ada dari tahun ke tahun dan tak kunjung terselesaikan seperti tidak meratanya pendidikan di beberapa wilayah di Indonesia, minimnya fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar, harga pendidikan yang tinggi, kualitas guru yang kurang baik, system pendidikan yang terlalu memberatkan siswa, dan lain lain.
·Penguasaan teknlogi informasi bagi pendidik dan peserta didik. Di dunia modern yang serba canggih ini, keberadaan teknologi bukan lagi menjadi sesuatu yang asing bahkan pada kegiatan belajar mengajar. Malah, keberadaan dan pemanfaatan teknologi penunjang dengan baik mampu meningkatkan proses belajar mengajar dengan pesat.
·Menemukan metode belajar mengajar yang cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Hal ini berarti tidak semata mata meniru metode yang diterapkan di beberapa Negara maju hanya karena dirasa “lebih modern”. Metode belajar mengajar harus mengedepankan penanaman moral dan norma norma yang berlaku. Selain itu, penanaman adat istiadat yang baik dan akhlak mulia sangat penting untuk mencetak generasi emas (golden generation), yaitu generasi yang memiliki moral yang bagus dan siap membangun bangsa menuju kejayaannya.
Apabila beberapa metode diatas dapat dilakukan dan terwujud dengan baik, maka bonus demografi bukan lagi berupa pedang bermata dua yang memiliki dampak negative yang kerap mengancam, namun murni benar benar merupakan “window of opportunity” yang merupakan kesempatan emas bagi generasi emas untuk mewujudkan kejayaan bangsa yang berkilau keemasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H