Ada yang menarik dalam cerita jurnalis era kolonial pada saat meliput tentang kejahatan di Wilayah Mr. Cornelis (Jatinegara), Cibarusah, Lemahabang, Bekasi dan Karawang. 7 april 1937.
Dalam pengalaman tersebut, ia menganggap itu adalah perjalanan patroli pembersihan wilayah yang indah, menangkap penjahat dan gerombolan kriminal yang sering membuat nyawa dan harta benda tidak aman.
Jurnalis langsung berkeliling bersama tentara Hindia Belanda. Mereka ikut terjun langsung sekaligus mewawancarai petugas perihal pemberantasan tersebut.
Si jurnalis berada di sana, saat itu sang pewarta tersebut dipersenjatai, tidak hanya dengan atribut jurnalistik biasa yang terdiri dari kertas, pensil, dan kamera, tetapi juga dengan pistol berisi peluru dan tampak berbahaya, dan mereka diliputi ketakutan terbesar sepanjang perjalanan.
Tetapi ia membesarkan hatinya sendiri, bahwa hampir tidak mungkin sebuah mobil yang dikendarai orang Eropa akan dihentikan oleh penjahat jalanan di jalan raya, apalagi sekarang para pembegal tersebut tahu bahwa ada tentara di mana-mana, tetapi dia juga masih merasa hal tersebut, ia sendiri tidak pernah tahu.
Dugaannya benar, disepanjang jalan mereka tidak menemukan sekelompok kriminalitas. Sang jurnalis bisa bernafas lega karena dia tidak perlu menggunakan senjata yang diberikan padanya, yang dia sendiri pun tidak bisa cara menggunakannya.
Jurnalis itu mengatakan masyarakat sangat terkenan secara mental oleh teror para bandit sehingga kata "jahat" melekat pada pribadi sang bandit. Jurnalis itu mengumpamakan jika para bandit bagai "seekor bangau di atas katak".
Dalam perjalanan Sang Jurnalis merasa aneh karena masih banyak warga kampung yang berkeliaran pada malam hari menyusuri kegelapan jalan dalam kawasan yang dianggap rawan dan berbahaya. Awalnya ia pikir itu adalah sekelompok penjahat yang akan merampok mereka Ternyata itu adalah kepala keluarga yang pulang kunjungan bersama anak dan istrinya.
Sang Jurnalis mengabarkan jika saat itu hujan deras dan jalan di Cibinong dan Cibarusah. Seluruh tempat terendam banjir dan beberapa tempat sangat berlumpur sehingga sang sopir sejenak merasa ragu apa ia dapat melewatinya.
Dengan berbagai upaya akhirnya berhasil pula melewati kubangan berlumpur dengan bahkan sisa telapak kaki si pejalan kaki pun masih ada balasnya.
Dalam perjalanan itu, si Jurnalis mengaku kaget dengan moral masyarakat. Mereka di sumpahi orang-orang di sepanjang jalan setiap kali mobil mencipratkan air. Mungkin airnya mengenai badan para pejalan kaki.