Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Cara yang Benar saat Ditilang?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi -Wakil ketua komisi A DPRD Jember, Evi Lestari ditilang petugas Satlantas Polres Jember. Ia ditilang karena tidak menggunakan sabuk pengaman, Jumat (29/11/13). (KOMPAS.com/ Ahmad Winarno)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi -Wakil ketua komisi A DPRD Jember, Evi Lestari ditilang petugas Satlantas Polres Jember. Ia ditilang karena tidak menggunakan sabuk pengaman, Jumat (29/11/13). (KOMPAS.com/ Ahmad Winarno)"][/caption]

Mungkin pembaca yang merupakan pengguna kendaraan pribadi pernah mengalami kejadian yang paling menyebalkan  dan penyesalan, yaitu penilangan karena kelalaian atau lupa sehingga melanggar salah satu peraturan lalu lintas. Kemungkinan pembaca berpikir bahwa satu satunya jalan yang harus dilakukan adalah melakukan “perdamaian” di TKP (Tempat Kejadian perkara) dengan membayar sejumlah uang kepada polisi agar kita lolos dari pengadilan yang cukup menguras waktu. Tapi, apakah pembaca tahu tentang cara benar yang dilakukan saat ditilang dengan adanya slip tilang yang berwarna merah dan biru?

Sebelum itu, mari kita kaji ulang mengapa penilangan terjadi dan bagaimana penilangan yang sesuai dengan aturan negara. Penilangan itu terjadi karena ada pengemudi kendaraan yang melanggar aturan lalu lintas yang tertera jelas beserta sanksinya pada UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Lalu, bagaimana proses penilangan itu tersendiri?

Pertama, polisi akan memberhentikan pengemudi yang melanggar lalu lintas. Kedua, polisi diwajibkan menunjukkan tanda pengenal kepada pengemudi seperti yang tertera pada pasal 25 UU no. 28 tahun 1997. Ketiga, polisi menjelaskan kesalahan pengemudi, namun bila polisi melihat dengan jelas terdapat pengemudi yang berupaya melanggar lalu lintas dan polisi tidak melakukan pencegahan maka polisi dapat dipersalahkan. Keempat, polisi dapat menyita kendaraan atau STNK. Kelima, pengemudi dapat menerima atau menolak tuduhan, jika menerima, maka pengemudi wajib membayar denda sesuai dengan UU no 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan paling lambat 5 hari sejak dilakukan penilangan, di sini polisi akan memberikan surat tilang berwarna biru yang berisikan data diri pengemudi, data kendaraan, data polantas, besarnya denda dan pasal yang dilanggar, setelah melakukan pembayaran di bank surat atau kendaraan yang ditahan dapat diambil dengan menunjukkan bukti pembayaran dari bank. Lalu, bila pengemudi menolak tuduhan, maka pengemudi akan diberikan surat tilang berwarna merah, polantas akan membuat surat tilang warna hijau untuk pengadilan, warna putih untuk kejaksaan, dan warna kuning untuk POLRI. Surat tilang yang berwarna merah merupakan surat panggilan sidang, proses persidangan memerlukan waktu 5-12 hari dan barang sitaan akan dikembalikkan pada pengemudi setelah adanya keputusan hakim serta menyelesaikan perkaranya.

Panjang sekali bukan prosesnya? Proses penilangan itu seharusnya memang seperti itu. Namun, bagaimana pelaksanaan di lapangan?

Pada kenyataannya, pelanggar lalu lintas itu tidak sedikit dan tentu tidak ingin menghabiskan waktu untuk menghadiri proses pengadilan, sehingga kebanyakan mengambil jalan pintas, yaitu mengambil jalan “damai” dengan memberikan sejumlah uang kepada polantas yang menilangnya. Penilangan ini berlaku pada seluruh pelanggar termasuk anak SMA. Pada pelaksaan ketentuan penilangan masih dihadapkan berbagai kendala, selain biaya denda yang besar yang tidak terjangkau oleh seluruh kalangan, juga memerlukan banyak waktu dalam persidangan, ditambah lagi banyaknya oknum yang terlibat saat persidangan seperti adanya calo dengan alasan mempercepat persidangan. Berdasarkan kendala tersebut, seseorang cenderung untuk mengambil langkah berupa “damai” untuk mengatasi permasalahan tersebut. Lebih parahnya jika penilangan terjadi di kalangan anak SMA yang memiliki uang terbatas dan waktu yang tidak ada, sedangkan di satu sisi, ada keinginan untuk melakukan sesuai aturan karena seperti  diketahui bahwa jika terjadi penyuapan terhadap polantas yang bertugas akan dikenakan sanksi berupa penjara paling lama 2 tahun 8 bulan yang tertera pada pasal 209 KUHP dan merugikan bagi polantas yang menerima suap juga akan dikenakan tindak pidana paling lama 5 tahun penjara sesuai dengan pasal 419 KUHP. Sehingga perlu dikaji, kebijakan besarnya uang dan teknis persidangan dan kerjasama yang baik antara pengendara kendaraan bermotor dengan polantas.

Tinjauan dari sisi kebijakan, sudah cukup tegas dengan sanksi denda tidak kurang dari Rp 100.000,00. Namun, untuk sebagian besar masyarakat tidak memiliki dana sebesar itu, ditambah ada tawaran dari oknum untuk mengajak “damai” sebagai solusi sehingga kecenderungan untuk mengambil langkah “damai” karena mengefektifkan waktu dan biaya lebih rendah dibandingkan ketentuan yang ada.

Begitu pula dengan pelaksanaan persidangan perlu dipertimbangkan kembali secara teknis agar lebih sederhana dan waktu yang lebih pendek.

Lalu, bagaimana cara mengatasi kendala cara benar saat ditilang?

Untuk meningkatkan disiplin dan efek jera maka dibutuhkan peningkatan sosialisasi tentang prosedur penilangan dan sanksi yang sesuai dengan peraturan kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk siswa SMA. Karena, tidak seluruh masyarakat tahu tentang ketentuan dalam penilangan sehingga saat menghadapi proses tilang memiliki sikap dan langkah yang benar. Jika sosialisasi sudah terlaksana kepada seluruh lapisan masyarakat, maka masyarakat akan sangat berhati hati dalam menggunakan lalu lintas dan lalu lintas akan berjalan dengan lancar.

Maka dari itu, proses tilang ini jangan dianggap remeh, karena hal yang seperti ini juga terlibat dalam pembentukan karakter bangsa. Apakah ingin menjadi bangsa yang jujur dan disiplin atau bangsa yang hanya menggunakan jalan pintasnya. Terutama, generasi muda yang menyaksikan aparat penegak hukum yang mudahnya menerima suap. Lalu, mau dibawa ke mana generasi muda ini, apakah akan tetap mempertahankan hal yang seperti ini atau akan menegakkan salah satu hukum ini? Proses tilang merupakan proses pembelajaran bagi siswa agar lebih disiplin, menghargai dan mentaati peraturan untuk keselamatan pengendara dan ketertiban di jalan raya dapat ditegakkan dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline